Untuk mendownload file PDF makalah ini silahkan (klik disini) atau masuk ke menu Download dan jangan lupa untuk menampilkan referensi dari blog ini riyansaludi.blogspot.com
Kata kunci : Konsep Pendidikan Islam menurut Al-Ghazali, Konsep Pendidikan Islam menurut KH.Ahmad Dahlan
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bersamaan dengan perputaran
dunia, modernisasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dari hari ke hari semakin
berkembang, akhir-akhir ini kita melihat banyak generasi Islam yang sudah tidak
mengenal para tokoh Islam yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan dunia
pendidikan. Mereka kadang meremehkan dengan mengatakan, ”Di mana tokoh Islam?” Hal ini terjadi karena
mereka kurang mengenal terhadap beberapa tokoh Islam yang berhasil mencetak
generasi yang tidak kalah hebat dengan tokoh pendidikan non-Muslim dalam mencetak
generasi berakhlak al-karimah, disiplin, terhormat, serta bermanfaat untuk
kepentingan agama, nusa, dan bangsa.
Dengan berpandangan pada
beberapa hal tersebut, mengenal para tokoh pendidikan Islam merupakan salah
satu langkah yang seharusnya dilakukan, dimiliki, dihayati dan harus menjadi
kebanggaan untuk selalu mengangkat harkat dan martabatnya serta
mensosialisasikan dikalangan umum. Dengan begitu generasi penerus Islam bisa
berbangga hati bahwa mereka mempuyai tokoh yang pantas untuk dijunjung tinggi
sebagai pelita penerang yang melahirkan konsep, teori, dan fatwa yang dijadikan
referensi generasi berikutnya dalam kehidupan berbangsa dan beragama.
Al-Ghazali dan KH. Ahmad dahlan merupakan salah satu tokoh Muslim yang
pemikirannya sangat luas dan mendalam dalam berbagai hal diantaranya dalam
masalah pendidikan. Pada hakikatnya usaha pendidikan menurut Al-Ghazali dan KH.
Ahmad dahlan adalah dengan mengutamakan beberapa hal terkait yang diwujudkan
secara utuh dan terpadu karena konsep pendidikan yang dikembangkannya berawal
dari kandungan ajaran dan tradisi Islam yang menjunjung berprinsip pendidikan
manusia seutuhnya. Di zaman yang modern ini sangat relevan untuk mengetahui
konsep pendidikan dari tokoh Muslim terkemuka ini, pembahasan makalah ini di dalamnya
akan membahas tentang konsep pendidikan
menurut Al-Ghazali dan KH.Ahmad Dahlan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Konsep Pendidikan Islam
menurut Al-Ghazali
2.
Konsep Pendidikan Islam
menurut KH.Ahmad Dahlan
C.
Tujuan Pembuatan Makalah
Berdasarkan Rumusan
masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah
:
1. Agar dapat mengetahui dan
memahami tentang konsep pendidikan menurut Al-ghazali.
2. Agar dapat mengetahui dan
memahami tentang konsep pendidikan menurut KH.Ahmad Dahlan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Pendidikan Islam menurut
Al-Ghazali
Konsep
pendidikan Al-Ghazali dapat diketahui dengan cara memahami pemikirannya
berkenaan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu:
tujuan, kurikulum, etika guru, dan etika murid, metode.
1.
Tujuan
Pendidikan menurut Al-Ghazali
Seorang guru dapat merumuskan suatu
tujuan kegiatan dengan baik, jika ia memahami benar filsafat yang mendasarinya.
Rumusan selanjutnya akan menentukan aspek kurikulum, metode, dan lainnya. Dari
hasil studi terhadap pemikiran Al-Ghazali dapat diketahui dengan jelas bahwa
tujuan akhir yang ingin dicapai melalui pendidikan ada dua, pertama:
tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah
SWT; kedua, kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Karena itu, beliau bercita-cita
mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaran yang merupakan tujuan akhir
dan maksud dari pendidikan. Tujuan itu tampak bernuansa religius dan moral,
tanpa mengabaikan masalah duniawi. Akan tetapi, di samping bercorak agamis yang
merupakan ciri spesifik pendidikan Islam dengan mengutamakan pada sisi
keruhanian. Kecenderungan tersebut sejalan dengan filsafat Al-Ghazali yang
bercorak tasawuf. Maka tidak salah bila sasaran pendidikan adalah kesempurnaan
insani dunia dan akhirat. Manusia akan sampai pada tingkat ini hanya dengan
menguasai sifat keutamaam melalui jalur ilmu. Keutamaan itu yang akan membuat
bahagia di dunia dan mendekatkan kepada Allah SWT sehingga bahagia di akhirat
kelak. Oleh karena itu, menguasai ilmu bagi beliau termasuk tujuan pendidikan,
mengingat kandungan nilai serta kenikmatan yang diperoleh manusia darinya.
Dari hasil studi pemikiran Al-Ghazali
dapat diketahui dengan jelas bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai melalui
kegiatan pendidikan adalah: Pertama, tercapainya kesempurnaan insani yang
bermuara pada pendekatan diri kepada Allah. dan kedua, kesempurnaan insani yang
bermuara pada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena itu, ia bercita-cita
mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaran-sasaran pendidikan yang
merupakan tujuan akhir dan maksud dari tujuan itu. Sasaran pendidikan menurut
Al-Ghazali adalah kesempurnaan insani di dunia dan akhirat. Manusia akan sampai
kepada tingkat kesempurnaan hanya dengan menguasai sifat keutamaan jalur ilmu
dan menguasai ilmu adalah bagian dari tujuan pendidikan.
2.
Kurikulum
Pendidikan menurut Al-Ghazali
Kurikulum yang dimaksud adalah
kurikulum dalam arti sempit, yaitu seperangkat ilmu yang diberikan oleh
pendidik kepada peserta didik. Pendapat Al-Ghazali terhadap kurikulum dapat
dilihat dari pandangannya mengenai ilmu pengetahuan yang dibaginya dalam
beberapa sudut pandang.
Al-Ghazali
membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:
·
Ilmu
tercela yaitu ilmu yang tidak ada manfaatnya baik di dunia maupun di akhirat,
seperti ilmu nujum, sihir, dan ilmu perdukunan. Bila ilmu ini dipelajari akan
membawa mudharat bagi yang memilikinya maupun orang lain dan akan meragukan
keberadaan Allah SWT.
·
Ilmu
terpuji misalnya ilmu tauhid dan ilmu agama. Bila ilmu ini dipelajari akan
membawa orang kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan keburukan serta
dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
·
Ilmu
terpuji pada taraf tertentu dan tidak boleh didalami karena dapat mengakibatkan
goncangan iman, seperti ilmu filsafat.
Dari
ketiga kelompok ilmu tersebut, Al-Ghazali membagi lagi menjadi dua bagian yang
dilihat dari kepentingannya, yaitu:
·
Ilmu
fardhu (wajib) yang harus diketahui oleh semua orang Muslim, yaitu ilmu agama.
·
Ilmu
fardhu kifayah yang dipelajari oleh sebagian Muslim untuk memudahkan urusan
duniawi, seperti : ilmu hitung, kedokteran, teknik, ilmu pertanian dan
industri.
3.
Pendidik
menurut Al-Ghazali
Dalam suatu proses pendidikan adanya
pendidik merupakan suatu keharusan. Pendidik sangat berjasa dan berperan dalam
suatu proses pendidikan dan pembelajaran sehingga Al-Ghazali merumuskan
sifat-sifat yang harus dimiliki pendidik diantaranya guru harus cerdas,
sempurna akal, dan baik akhlaknya; dengan kesempurnaan akal seorang guru dapat
memiliki ilmu pengetahuan secara mendalam dan dengan akhlak yang baik dia dapat
memberi contoh dan teladan bagi muridnya.
Menurut
Al-Ghazali, guru yang dapat diserahi tugas mengajar selain harus cerdas dan
sempurna akalnya juga baik akhlak dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal
ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dengan akhlaknya
dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya
guru dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak
muridnya.
Selain sifat-sifat umum di atas pendidik hendaknya juga
memiliki sifat-sifat khusus dan tugas-tugas tertentu diantaranya:
Ø Sifat kasih sayang.
Ø Mengajar dengan ikhlas dan
tidak mengharapkan upah dari muridnya.
Ø Menggunakan bahasa yang
halus ketika mengajar.
Ø Mengarahkan murid pada
sesuatu yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan siswa.
Ø Menghargai pendapat dan
kemampuan orang lain.
Ø Mengetahui dan menghargai
perbedaan potensi yang dimiliki murid.
4.
Peserta Didik
Menurut Al-Ghazali
Dalam kaitannya dengan peserta didik, lebih lanjut
Al-Ghazali menjelaskan bahwa mereka merupakan hamba Allah yang telah dibekali
potensi atau fitrah untuk beriman kepada-Nya. Fitrah itu sengaja disiapkan oleh
Allah sesuai dengan kejadian manusia, cocok dengan tabiat dasarnya yang memang
cenderung kepada agama Islam.
Ketika menjelaskan makna pendidikan
kepada umat, Al-Ghazali membagi manusia menjadi tiga golongan yang sekaligus
menunjukkan keharusan menggunakan metode dan pendekatan yang berbeda pula,
yaitu:
·
Kaum
awam, yaitu orang yang cara berfikirnya sederhana sekali. Dengan cara berfikir
tersebut mereka tidak dapat mengembangkan hakikat-hakikat. Mereka mempunyai
sifat lekas percaya dan menurut. Golongan ini harus dihadapi dengan sikap
memberi nasehat dan petunjuk.
·
Kaum
pilihan, yaitu orang yang akalnya tajam dengan cara berfikir yang mendalam.
Kepada kaum pilihan tersebut harus dihadapi dengan sikap menjelaskan
hikmat-hikmat.
·
Kaum
pendebat (ahl al jidal), harus dihadapi dengan sikap mematahkan argumen-argumen
mereka.
Menurut
Al-Ghazali, ketika menuntut ilmu peserta didik memiliki tugas dan kewajiban,
yaitu:
·
Mendahulukan
kesucian jiwa.
·
Bersedia
merantau untuk mencari ilmu pengetahuan.
·
Jangan
menyombongkan ilmunya apalagi menentang guru.
·
Mengetahui
kedudukan ilmu pengetahuan.
Dengan
tugas dan kewajiban tersebut diharapkan seorang peserta didik mampu untuk
menyerap ilmu pengetahuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
5.
Metode Pendidikan Menurut
Al-Ghazali
Perhatian Al-Ghazali terhadap metode
pengajaran lebih dikhususkan bagi pengajaran pendidikan agama untuk anak-anak.
Untuk ini ia telah mencontohkan suatu metode keteladanan bagi mental anak-anak,
pembinaan budi pekerti, dan penanaman sifat-sifat keutamaan pada diri mereka. Metode
pengajaran menurut Al-Ghazali dapat dibagi menjadi dua bagian antara pendidikan
agama dan pendidikan akhlak.
Metode pendidikan agama menurut
Al-Ghazali pada prinsipnya dimulai dengan hapalan dan pemahaman, kemudian
dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil
dan keterengan-keterangan yang menguatkan akidah.
Al-Ghazali berpendapat bahwa
pendidikan agama harus mulai diajarkan kepada anak-anak sedini mungkin. Sebab
dalam tahun-tahun tersebut, seorang anak mempunyai persiapan menerima
kepercayaan agama semata-mata dengan mengimankan saja dan tidak dituntut untuk
mencari dalilnya. Sementara itu berkaitan dengan pendidikan akhlak, pengajaran
harus mengarah kepada pembentukan akhlak yang mulia. Al-Ghazali mengatakan
bahwa akhlak adalah suatu sikap yang mengakar di dalam jiwa yang akan
melahirkan berbagai perbuatan baik dengan mudah dan gampang tanpa perlu
pemikiran dan pertimbangan.
Selanjutnya, prinsip metodologi pendidikan
modern selalu menunjukan aspek ganda. Suatu aspek menunjukan proses anak
belajar dan aspek lainnya menunjukan aspek guru mengajar dan mendidik.
a) Asas-asas
metode belajar
·
Memusatkan
perhatian sepenuhnya.
·
Mengetahui
tujuan ilmu pengetahuan yang akan dipelajari.
·
Mempelajari
ilmu pengetahuan dari yang sederhana menuju yang komplek.
·
Mempelajari
ilmu pengetahuan dengan sistematika pembahasan.
b) Asas-asas
metode mengajar
·
Memperhatikan
tingkat daya pikir anak.
·
Menerangkan
pelajaran dengan cara yang sejelas-jelasnya.
·
Mengajarkan
ilmu pengetahuan dari yang konkrit kepada yang abstrak.
·
Mengajarkan
ilmu pengetahuan dengan berangsur-angsur.
c) Asas
metode mendidik
·
Memberikan
latihan-latihan.
·
Memberikan
pengertian dan nasihat-a.
·
Melindungi
anak dari pergaulan yang buruk.
Analisis
Wacana Tentang Pemikiran al-Ghazali dalam Dunia Pendidikan
Hal ini dapat dipahami dari satu segi
tujuan diciptakannya manusia ialah manusia berpotensi untuk menjadi khalifah fi
al-ardi. Potensi tersebut akan bermanfaat hanya jika digali melalui pendidikan
karena itulah pendidikan merupakan usaha penggalian dan pengemangan fitrah
manusia.
Akan tetapi, munculnya filsafat
pragmatisme yang mendapat inspirasi dari John Dewey, telah mengubah arah
orientasi pendidikan. Filsafat pragmatisme telah mengabaikan konsep-konsep
kebenaran dan menggantinya dengan kegunaan, dan pengaruh itu berjalan terus,
akhirnya terwujudlah manusia-manusia yang menghancurkan konsep keagungan dan
kemuliaan diri manusia itu sendiri. Penggantian konsep tersebut mengharuskan
kita untuk mengubah sistem pendidikan yang ada sekarang, yang menyangkut dasar,
tujuan, materi, kualifikasi, sistem evaluasi pendidikan dan lain-lain sehingga
tercapai tujuan yang diharapkan.
Tidak ada jalan lain untuk mengatasi
dunia pendidikan semacam itu kecuali kembali kepada dan menerapkan sistem
pendidikan yang memperhatikan fitrah manusia secara utuh, yakni sistem
pendidikan Islam. Selanjutnya, terhadap tantangan-tantangn yang sedang dihadapi
dunia pendidikan dewasa ini, ternyata konsep pendidikan al-Ghazali mampu
menjawabnya. Bukti kongkritnya adalah Ihya’.
Tampilnya pemikiran al-Ghazali tentang
pendidikan dalam dunia pendidikan dewasa ini adalah karena aktualitas
konsepnya, kejelasan orientasi sistemnya, dan secara umum karena pemikirannya
yang sesuai dengan sosio kultural. Penampilannya dalam dunia pendidikan
merupakan usaha pengubahan eksistensi muslim yang saat ini telah rusak
hubungannya dengan sejarah masa lampaunya. Juga, sumbangsihnya terhadap
pendidikan Islam untuk mempelajari warisan para leluhurnya yang telah dihalangi
oleh barat.
B.
KONSEP PENDIDIKAN
MENURUT K.H. AHMAD DAHLAN
K.H.
Ahmad Dahlan adalah tokoh yang tidak banyak meninggalkan tulisan. Beliau lebih
menampilkan sosoknya sebagai manusia amal atau praktisi daripada filosof yang
banyak melahirkan pemikiran dan gagasan-gagasan tetapi sedikit amal. Sekalipun
demikian tidak berarti bahwa K.H.Ahmad Dahlan tidak memiliki gagasan. Amal
usaha Muhammadiyyah merupakan refleksi dan manifestasi pemikiran beliau dalam
bidang pendidikan dan keagamaan. Istilah pendidikan disini dipergunakan dalam
konteks yang luas tidak hanya terbatas pada sekolah formal tetapi mencakup
semua usaha yang dilaksanakan secara sistematis untuk mentransformasikan ilmu
pengetahuan, nilai dan keterampilan dari generasi terdahulu kepada generasi
muda. Dalam konteks ini termasuk dalam pengertian pendidikan adalah kegiatan
pengajian, tablig, dan sejenisnya.
1.
Tujuan Pendidikan
K.H. Ahmad Dahlan tidak
secara khusus menyebutkan tujuan pendidikan. Tetapi dari pernyataannya yang
disampaikannya dalam berbagai kesempatan, tujuan pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
adalah “Dadijo Kijahi sing
kemadjoean, adja kesel anggonmu njamboet gawe kanggo moehammadijah”. Dalam pernyataan
sederhana tersebut, terdapat beberapa hal penting yaitu Kijahi, kemadjoean, dan
njamboet gawe kanggo moehammadijah.
Istilah Kiai merupakan sosok yang sangat menguasai ilmu
agama. Dalam masyarakat Jawa, seorang kiai adalah figur yang sholeh, berakhlak
mulia, dan menguasai ilmu agama secara mendalam.
Istilah
Kemajuan secara khusus menunjuk kepada kemodernan sebagai lawan dari kekolotan
dan konservatisme. Pada masa K.H.Ahmad Dahlan, kemajuan sering diidentikkan
dengan penguasaan ilmu-ilmu umum atau intelektualitas dan kemajuan secara
material. Sedangkan kata njamboet gawe kanggo moehammaddijah merupakan
manifestasi dari keteguhan dan komitmen untuk membantu dan mencurahkan pikiran
dan tenaga untuk kemajuan umat Islam pada khususnya, dan kemajuan masyarakat
pada umumnya.
Berdasarkan pemahaman tersebut, tujuan pendidikan menurut
K.H Ahmad Dahlan adalah untuk membentuk manusia yang :
a. Alim dalam ilmu agama.
b. Berpandangan
luas, dengan memiliki pengetahuan umum.
c. Siap
berjuang, mengabdi untuk Muhammadiyyah dalam menyantuni nilai-nilai keutamaan
dalam masyarakat.
Rumusan
tujuan pendidikan tersebut merupakan “pembaharuan” dari tujuan pendidikan
yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan
pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendididkan pesantren hanya
bertujuan untuk menciptakan individu yang sholeh dan mendalami ilmu agama.
Sebaliknya pendidikan model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang di
dalamnya tdak diajarkan agama sama sekali. Pelajaran di sekolah ini menggunakan
huruf latin. Akibat dualisme pendidikan tersebut, lahirlah dua kutub
intelegensia: lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai
ilmu umum, dan lulusan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak
menguasai ilmu agama.
Melihat ketimpangan tersebut, beliau
berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu
yang utuh: menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spiritual, serta
dunia dan akhirat. Baginya kedua hal tersebut merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain.
2.
Materi Pendidikan
Berangkat
dari tujuan pendidikan tersebut, K.H.Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum
atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
a. Pendidikan moral,akhlaq, yaitu sebagai usaha
menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah.
b.
Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu
yang utuh, yang berkeseimbangan antara perkembangan mental dan jasmani, antara
keyakinan dan intelek, antara perasaan dan akal pikiran serta antara dunia dan
akhirat.
c.
Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan
hidup bermasyarakat.
Meskipun
demikian, K.H.Ahmad Dahlan belum memiliki konsep kurikulum dan materi pelajaran
yang baku. Muatan kurikulum pelajaran agama menurut K.H.Ahmad Dahlan bisa
dilihat dari materi pelajaran agama yang diajarkannya dalam pengajian-pengajian
di madrasah dan pondok Muhammadiyyah. K.R.H Hajid, salah seorang muridnya
mengumpulkan ajaran gurunya ke dalam sebuah buku berjudul “Ajaran K.H.A. Dahlan” dan 17 kelompok ayat-ayat
al-Qur’an yang merupakan catatan
pribadinya selama mengikuti pelajaran agama.
Sejalan
dengan ide pembaharuannya, K.H.Ahmad Dahlan adalah seorang pendidik yang sangat
menghargai dan menekankan pendidikan akal. Dia berpendapat bahwa akal merupakan
sumber pengetahuan. Tetapi seringkali akal tidak mendapatkan perhatian yang
semestinya. Karena itulah maka pendidikan harus memberikan siraman dan
bimbingan yang sedemikian rupa sehingga akal manusia dapat berkembang dengan
baik. Untuk mengembangkan pendidikan akal, beliau menganjurkan diberikannya
pelajaran ilmu mantiq di lembaga-lembaga pendidikan.
3.
Metode Mengajar
Di dalam menyampaikan
pelajaran agama, K.H Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual
tetapi kontekstual.
Disamping menggunakan penafsiran yang kontekstual, beliau
berpendapat bahwa pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami
secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi. Gagasan
Ahmad Dahlan tentang “Pembumian” ajaran al-Qur’an tersebut antara lain
tercermin dalam pengajaran surat Al-Ma’un yang
dalam perkembangannya melahirkan Majelis Pembinaan Kesejahteraan Umat (MPKU).
Untuk mewujudkan gagasan tersebut, K.H.Ahmad Dahlan
melakukan dua langkah strategis yaitu dengan mengajarkan pelajaran agama
ekstrakurikuler di sekolah gubernemen.
Sistem penyelenggaraan dan kurikulum sekolah
Muhammadiyyah yang didirikannya memiliki dua perbedaan mendasar dengan sekolah
dan lembaga pendidikan pada umumnya.
Dilihat
dari segi kurikulum, sekolah tersebut mengajarkan tidak hanya ilmu umum tetapi
juga ilmu agama sekaligus. Hal ini merupakan terobosan baru mengingat pada saat
itu lembaga pendidikan umum (sekolah) hanya mengajarkan pelajaran umum dan
sebaliknya, lembaga pendidikan agama (pesantren) hanya mengajarkan pelajaran
agama. Dengan kurikulum tersebut, KH.Ahmad Dahlan berusaha membentuk individu
yang “utuh” dengan memberikan
pelajaran agama dan umum sekaligus.
Dilihat
dari sistem penyelenggaraannya, sekolah tersebut meniru sistem persekolahan model
Belanda. Dalam mengajar beliau menggunakan kapur, papan tulis, meja, kursi, dan
peralatan lain sebagaimana lazimnya sekolah Belanda. Berkaitan dengan langkah
tersebut, beliau berpendapat bahwa untuk memajukan pendidikan diperlukan
cara-cara sebagaimana yang digunakan dalam sekolah yang maju. Meniru model
penyelenggaraan sekolah tidak berarti mengabaikan ajaran agama sebab
penyelenggaraan sistem pendidikan merupakan wilayah muamalah yang harus
ditentukan dan dikembangkan sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut Al-Ghazali dan K.H.Ahmad
Dahlan, pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah
dan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Ghazali dan K.H.Ahmad Dahlan sama-sama menggabungkan antara
kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Tentang kurikulum pendidikan
Islam, Al-Ghazali mengatakan bahwa Al-Quran beserta kandungannya berisikan
pokok-pokok ilmu pengetahuan. Isinya sangat bermanfaat bagi kehidupan,
membersihkan jiwa, memperindah akhlak, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Tujuan
pendidikan Islam dalam pandangan Al-Ghazali hanyalah untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Adapun tujuan utama dari penggunaan metode dalam pendidikan harus
diselaraskan dengan tingkat usia, kecerdasan, bakat dan pembawaan anak dan
tujuannya tidak lepas dari nilai manfaat. Tentang pendidik, Al-Ghazali
menekankan bahwa seorang pendidik harus memiliki norma-norma yang baik,
khususnya norma akhlak. Karena pendidik merupakan contoh bagi anak didiknya.
Dalam kaitannya dengan peserta didik, Al-Ghazali menjelaskan bahwa mereka
merupakan hamba Allah yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk beriman
kepada-Nya. Fitrah itu sengaja disiapkan oleh Allah sesuai dengan kejadian
manusia, cocok dengan tabiat dasarnya yang memang cenderung kepada agama Islam.
Sedangkan
tujuan pendidikan menurut KH.Ahmad Dahlan yaitu Alim dalam ilmu agama, Berpandangan luas, dengan memiliki pengetahuan umum, dan
juga Siap berjuang, mengabdi untuk Muhammadiyyah dalam menyantuni nilai-nilai
keutamaan dalam masyarakat. Pada intinya tujuan pendidikan menurut KH.Ahmad
Dahlan yaitu untuk melahirkan individu yang utuh: menguasai ilmu agama dan ilmu
umum, material dan spiritual, serta dunia dan akhirat
Dilihat dari segi
kurikulum, menurut pandangan KH.Ahmad Dahlan agar sekolah mengajarkan tidak
hanya ilmu umum tetapi juga ilmu agama sekaligus.
B.
Saran
Demikian makalah yang dapat
kami sampaikan, mungkin dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna,
maka, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk menjadikan pelajaran di
pembuatan makalah pada masa mendatang.
Daftar pustaka
noviyanti.SR.
konsep pendidikan menurut kh.Ahmad dahlan.