run text

Selamat Datang Di Blog Kumpulan Berbagai Makalah Artikel, dan Cerita
 

Thursday, March 23, 2017

Nikmat mu, Ujian mu

0 komentar

Nikmat mu, Ujian mu

“Jangan terlalu bangga dengan nikmat yang telah Allah berikan kepadamu, dan jangan berkecil hati jika keinginan dan harapan yang engkau idamkan belum terwujud.”




Sering kita temui di dalam sebuah lingkungan masyarakat kontemporer yang notabene tempat terluas seseorang berinteraksi dan bersosialisasi dimana semua orang melakukan berbagai aktivitasnya masing-masing, dalam setiap langkah kehidupan yang di alami seseorang tentunya tidak terlepas dari yang namanya nikmat (comfort) dan masalah (problem), nikmat yang di berikan Allah SWT kepada setiap makhluknya, mulai dari nikmat sehat, nikmat umur yang panjang, nikmat iman, nikmat rezeki yang melimpah dan halal serta berbagai nikmat yang tak dapat di ungkapkan satu persatu karena berbagai nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada kita semua. Dari berbagai nikmat tersebut apakah kita sudah benar-benar menggunakannya sebaik mungkin (do the best time for everytime), apakah kita sudah bersyukur atas segala Nikmat yang telah hadir di kehidupan ini? Pertanyaan ini hanya sebatas agar kita kembali membuka hati dan pikiran kita supaya tetap dan selalu bersyukur kepada Allah sang maha pencipta yang telah menganugrahkan semua kenikmatan itu kepada hambanya. Janganlah menjadi manusia yang sombong (tak mau bersyukur dan menghadap kepada Allah) dengan segala nikmat yang telah Allah berikan kepada hambanya, karena jelaslah semua kenikmatan yang ada dalam kehidupan ini merupakan kenikmatan yang datangnya dari Allah SWT.

Coba kita perhatikan firman Allah berikut ini
فَإِذَا مَسَّ الْإِنسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعْمَةً مِّنَّا قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ ۚ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya “Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.” ( QS. Az-Zumar ayat 49)

Maksudnya adalah ; (Maka apabila manusia ditimpa) yang dimaksud adalah jenis manusia (bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya) Kami anugerahkan kepadanya (nikmat) yakni pemberian nikmat (dari Kami ia berkata, "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah atas sepengetahuan) dari Allah bahwasanya aku adalah orang yang pantas untuk mendapatkannya." Atau dengan kata lain, karena kepintaranku. (Sebenarnya itu)maksudnya, ucapan itu (adalah ujian) cobaan yang ditimpakan kepada seorang hamba (tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui) bahwasanya pemberian nikmat itu merupakan Istidraj dan ujian baginya.(tafsir Jalalayn)

Jadi seharusnya manusia tetap selalu berfikir bahwasanya semua nikmat datangnya dari Allah SWT, karena semua nikmat yang Allah berikan itu bukanlah hanya sebuah nikmat yang memang di berikan kepada hambanya karena hasil jerih payah yang di usahakannya akan tetapi nikmat yang Allah berikan itu terkadang memang sengaja di berikan untuk menjadi sebuah ujian dalam kehidupannya, hanya saja kebanyakan dari mereka tidak memikirkannya atau bahkan tidak mengetahuinya. Sebagai contoh kecil, seseorang yang di berikan kelebihan harta dengan lifestyle yang luxury bagi mereka yang tak memikirkannya itu memang mungkin hasil dari jerih payah yang telah ia lakukan, tanpa memikirkan dari mana asalnya kenikmatan tersebut, disitulah letak ujian yang Allah berikan, dengan kehidupan yang bergelimang harta tersebut apakan seseorang tetap dalam keimanannya, atau memikirkannya untuk menggunakan harta itu dengan sebaik mungkin dan memikirkan bahwa semua yang dimilikinya ada hak orang lain di dalammya. Nah dari sini dapat kita pahami bahwasanya sebagai manusia yang memiliki akal kita haruslah terus memahami dari berbagai nikmat yang kita dapatkan ini adalah untuk selalu mengingat Allah SWT, kepadanyalah kita harus taat dan patut untuk tunduk serta bersyukur dengan meyakini semua yang ada di kehidupan ini adalah kehendaknya, temasuk nikmat yang di berikan untuk menguji keimanan, karena ujian tentunya di berikan untuk menaikan level kita terhadap apa yang mestinya di capai, berarti Allah memberikan ujian kepada kita untuk menaikan derajat kita di sisinya.

Selain nikmat yang telah hadir menemani perjalanan kehidupan ini tentunya juga terdapat masalah yang juga pasti menyertai di dalamnya, dalam kehidupan tentunyanya terdapat dua hal tersebut yang tak dapat di pisahkan keberadaannya. Berbagai problem, ujian dan bahkan Masalah besar yang melanda tersebut terkadang dapat membuat orang bertendensi merasakan ketidakadilan atas takdir yang menimpanya itu, sehingga seseorang merasakan jauh dari rasa bersyukur kepada Allah, padahal masalah yang datang tersebut merupakan sebuah ujian dari Allah kepada hambanya, akan tetapi hanya sedikit orang yang memahami hal tersebut, meski mereka sadar akan cobaan dan ujian yang tentu akan menghampiri setiap manusia akan tetapi mereka tak menganggapnya sebagai ujian bahkan terkadang menyalahkan takdir akan masalah yang menghampirinya. Disanalah pentingnya kita sebagai manusia yang di berikan akal dan hawa napsu, seharusnya kita dapat menggunakan keduanya dengan bijak, dengan akal kita dapat berfikir dengan baik, dapat membedakan mana yang benar dan yang salah, mana harus di lakukan dan mana yang tidak, dengan akal itulah sebagai manusia untuk terus mengembangkan pemikirannya serta mendewasakan diri untuk dapat mengarungi lautan kehidupan yang sangat luas ini, dengan akal pula kita di tuntut untuk terus belajar dan belajar dari berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan ini.

Oleh sebab itu jika kita sedang di timpa musibah atau masalah atau bahkan suatu keinginan kita belum juga terwujud haruslah kita introspeksi diri, mengapa hal tersebut menghampiri kita, mengapa hal tersebut terjadi pada kita, kemudian dari introspeksi diri itulah kita dapat memecahkan masalah yang terjadi tersebut, selain itu kita terus berusaha, tetap sabar dan berkhusnudzon kepada Allah atas ujian serta cobaan yang menimpa kita dan juga meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT, karena tentunya di dalam sebuah masalah yang hadir dalam kehidupan ini terdapat hikmah di dalamnya. 

Allah berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 155
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Artinya “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

(Dan sungguh Kami akan memberimu cobaan berupa sedikit ketakutan) terhadap musuh, (kelaparan) paceklik,(kekurangan harta) disebabkan datangnya malapetaka, (dan jiwa) disebabkan pembunuhan, kematian dan penyakit,(serta buah-buahan) karena bahaya kekeringan, artinya Kami akan menguji kamu, apakah kamu bersabar atau tidak. (Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar) bahwa mereka akan menerima ganjaran kesabaran itu berupa surga. .(tafsir Jalalayn)

Dalam ayat ini kita dapat mengambil hikmah serta pelajaran yang terkandung didalamnya bahwa dalam setiap masalah yang kita hadapi kita diharuskan untuk terus bersabar karena masalah yang menimpa dalam hidup ini adalah sebuah ujian dari Allah SWT, Selain bersabar tersebut kita juga di haruskan untuk menghadapi masalah tersebut dengan tetap beriman kepada Allah berusaha menghadapi dan memecahkan masalah yang sedang di hadapinya. Dari masalah, cobaan, ujian tersebut Allah pasti akan menggantinya dengan yang lebih baik lagi, maka dari itu tetaplah berusaha dan jangan berkecil hati, jangan putus asa dan pantang menyerah jika hal yang kita inginkan belum juga terwujud. Ingatlah bahwa Allah Maha Kaya, dengan segala niat baik yang kita lakukan akan ada kebaikan berlipat ganda yang Allah berikan kepada kita sebagai hambanya.
“Tak ada hal yang tak mungkin jika Allah menhendaki”
Mohon maaf jika ada salah kata di dalam tulisan ini, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.


Baca Selengkapnya

Tuesday, March 14, 2017

Pentingnya Pergunakan Waktu Sebaik Mungkin

0 komentar

Di dalam dunia yang semakin berkembang saat ini, banyak sekali orang yang mulai melupakan waktu yang Allah berikan kepada manusia di dunia ini, waktu hidup yang telah di tentukan sering di lupakan dan akhirnya banyak yang menyesal karena telah mensia-siakan waktu hidupnya, oleh karena itu mari pergunakan waktu kita sebaik mungkin, ingatlah bahwa kehidupan kita ini hanya sementara, yang bisa di hitung dengan hari, jika kita samakan dengan usia rosululloh hitunglah berapa sisa hidup kita ini, dan apa yang harusnya kita lakukan, untuk itu sebisa mungkin jadikanlah kehidupan ini berguna, jika tidak bisa berguna untuk orang lain setidaknya bisa berguna untuk diri sendiri, pergunakan waktu untuk hal yang bermanfaat bukan untuk hal yang sia2, jika kita tak mempergunakan waktu sebaik mungkin apalah arti hidup ini, apa gunanya manusia hidup di dunia, coba bayangkan dan fikirkan kehidupan kita selanjutnya, perjalanan di alam lain akan lebih panjang di bandingkan kehidupan di dunia ini, jangan samapai kita terlena akan kehidupan yang ada di dunia ini, karena hal yang ada di dunia ini adalah hal yang semu, kehidupan yang fana. Jika kita tak mau mempergunakan waktu kita, kita akan menjadi orang yang merugi, disisi rugi dunia, juga dapat merugikan akhirat pula.


Selain itu sebagai manusia yang berfikir, hendaknya kita mampu untuk untuk merubah diri, manusia di ciptakan dengan akal pikiran sera nafsu, maka pergunakan akal pikiran kita untuk berfikir, karena kehidupan kita di dunia adalah ujian cobaan yang Allah SWT berikan kepada kita untuk kehidupan selanjutnya.
Seperti dalam alquran surat surat Al Ashr. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan merugi (celaka), kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)

Dalam surat ini banyak sekali kandungan di dalamnya terutama mengenai keimanan kita kepada ALLAH SWT, di sinilah pentingnya kedudukan kita sebagai manusia, yaitu sebagai khalifah/ seorang pemimpin di muka bumi ini untuk hidup sebagai pengatur, pengelola kehidupan kita,, terutama menjadi pemimpin untuk diri kita sendiri untuk mengatur kehidupan yang kita jalani mulai dari kita bangun tidur, hingga kita tidur lagi, semua yang kita lakukan adalah kita sendiri yang memulainya, semua aktivitas yang kita lakukan adalah diri sendiri yang mengkoordinir mulai dari bagaimana kita mengendalikan hawa nafsu kita, untuk apa kehidupan kita, dan bagaimana cara menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan kita, semua itu diri sendirilah yang menentukan jalan mana yang akan kita tempuh, dan bagaimana cara menjalani kehidupan ini, maka kita seharusnya selalu meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT.


Selain itu dalam surat An Nisaa ayat 134 Allah SWT berfirman: 
مَّن كَانَ يُرِيدُ ثَوَابَ الدُّنْيَا فَعِندَ اللَّهِ ثَوَابُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
‘’Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat’’
(Siapa yang menginginkan) dengan amal perbuatannya (pahala dunia, maka di sisi Allah tersedia pahala dunia dan akhirat) yakni bagi orang yang menginginkannya, dan bukan untuk umumnya manusia. Mengapa seseorang di antara kalian mencari yang paling rendah di antara keduanya, dan kenapa ia tidak mencari yang lebih tinggi saja, yaitu yang akan diperolehnya dengan jalan mengikhlaskan tuntutan kepada-Nya serta yang tidak akan ditemuinya hanyalah pada Zat Yang Maha Kaya. (Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.)

Disini kita dapat mengambil kandungan ayat yang ada di dalamnya bahwa barang siapa yang menghendaki pahala di dunia saja maka ia adalah termasuk orang yang merugi, oleh sebab itu boleh kita memikirkan dunia, akan tetapi jangan orientasikan kehidupan kita hanya untuk memikirkan kehidupan kita di dunia saja karena amal dunia adalah bagaikan bayangan, semakin kita mengejar bayangan, maka bayangan yang ada pada diri kita itu akan semakin jauh dan mustahil bagi kita untuk mengejar bayangan itu.
Maka jadilah orang yang berguna setiap saat dan jangan menyia2kan kehidupan kita, pergunakan waktu kita sebaik mungkin dalam setiap waktunya, khususnya bagi mereka yang tidak terlalu banyak kesibukan, daripada waktu hanya di pergunakan untuk berdiam diri, mengapa tidak kita lakukan saja untuk hal yang berguna, banyak sekali hal berguna yang dapat kita lakukan tentunya.
mari kita awali dari diri kita sendiri, untuk kebaikan kita di dunia maupun akhirat.

Ingatlah hadits terkenal mengenai manfaatkan 5 perkara sebelum datangnya 5 perkara;
عن ابن عبس رضي الله عنه قال: رسول الله صلي الله عليه وسلم قال: ﺇﻏﺗﻨﻢ ﺧﻤﺴﺎ ﻘﺒﻞ ﺧﻤﺲ؛ ﺤﻴﺎﺗﻚ ﻘﺒﻞ ﻤﻮﺗﻚ٬ ﻮﺼﺤﺗﻚ ﻘﺒﻞ ﺴﻘﻤﻚ ٬ﻮﻔﺮﺍﻏﻚ ﻘﺒﻞ ﺷﻐﻠﻚ ٬ﻮﺷﺒﺎﺒﻚ ﻘﺒﻞﻫﺮﻤﻚ٬ ﻮﻏﻨﺎﻚ ﻘﺒﻞ ﻓﻘﺮﻚArtinya:Dari ibnu Abas r.a. berkata rasulullah saw, bersabda: “memanfaatkan lima keadaan sebelum datangnya lima; masa hidup sebelum datang matimu, masa sehatmu sebelum sakitmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, masa muda sebelum masa tuamu dan masa kayamu sebelum masa fakirmu”

Semoga bermanfaat.

Baca Selengkapnya

Monday, March 13, 2017

Dalil dan Hadits Pentingnya Menjaga Ucapan Dalam Islam

0 komentar
Banyak orang pandai berbicara, ya pandai memang betul, akan tetapi mereka berbicara hanya sebatas ucapan belaka, bahkan berbagai kemungkinan besar tanpa paham dengan apa yang di ucapkan atau mungkin tanpa sadar dalam pengucapan hal tersebut, bukannya dalam agama sudah di jelaskan banyak hukum2 dalam berbicara yang mestinya bisa di gunakan untuk panduan dalam mengarungi kehidupan, seperti hadits2 berikut :
Hadits dari Ibnu Umar:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُكْثِرُوا الْكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي
Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
“Janganlah kalian banyak bicara tanpa berdzikir kepada Allah, karena banyak bicara tanpa berdzikir kepada Allah membuat hati menjadi keras, dan orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang berhati keras.” [HR Tirmidzi]
Hadits dari Abu Umamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَيَاءُ وَالْعِيُّ شُعْبَتَانِ مِنْ الْإِيمَانِ وَالْبَذَاءُ وَالْبَيَانُ شُعْبَتَانِ مِنْ النِّفَاقِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ إِنَّمَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي غَسَّانَ مُحَمَّدِ بْنِ مُطَرِّفٍ قَالَ وَالْعِيُّ قِلَّةُ الْكَلَامِ وَالْبَذَاءُ هُوَ الْفُحْشُ فِي الْكَلَامِ وَالْبَيَانُ هُوَ كَثْرَةُ الْكَلَامِ مِثْلُ هَؤُلَاءِ الْخُطَبَاءِ الَّذِينَ يَخْطُبُونَ فَيُوَسِّعُونَ فِي الْكَلَامِ وَيَتَفَصَّحُونَ فِيهِ مِنْ مَدْحِ النَّاسِ فِيمَا لَا يُرْضِي اللَّهَ
“Sifat malu dan al ‘iyyu adalah dua cabang dari cabang-cabang keimanan. Sedangkan Al Badza` dan Al Bayan adalah dua cabang dari cabang-cabang kemunafikan.” Abu Isa berkata; Ini adalah hadits Hasan Gharib. Ia berkata, Al ‘Iyy adalah sedikit bicara dan Al Badza` adalah kata-kata yang keji, sedangkan Al Bayan adalah banyak bicara seperi para khatib-khatib yang memperpanjang dan menambah-nambahkan isi pembicaraan guna memperoleh pujian publik dalam hal-hal yang tidak diridlai Allah. [HR Tirmidzi]
Hadits dari Abu Hurairah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَأَنْ تَنَاصَحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ وَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah meridlai kalian karena tiga perkara dan membenci dari kalian tiga perkara. Meridhai kalian jika: kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, kalian berpegang teguh terhadap tali agama Allah secara bersama-sama dan saling menasehati terhadap orang yang Allah beri perwalian urusan kalian. Membenci kalian jika; Banyak bicara, menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya.” [HR Malik]
Nah, banyak sekali sebenarnya ilmu, pedoman hidup, bahkan pengetahuan di luar sana yang belum kita ketahui, maka, dengan banyak membaca, sedikit berbicara yang tak perlu itu lebih baik daripada kita berbicara absurd.
Sebenarnya masih banyak sekali hadits dan juga dalil yang menjelaskan mengenai adab-adab dalam berbicara, akan tetapi hanya ini sebagian yang dapat penulis paparkan pada artkel kali ini,
semoga bermanfaat.
Baca Selengkapnya

Saturday, March 11, 2017

Terjemahan surat Yaasiin

0 komentar

Untuk kali ini saya menyajikan sebuah artikel surat yasiin lengkap , mulai dari tulisan arab, lafaz latin Indonesia, arti (terjemahan bahasa indonesia) serta tafsir per ayatnya. Silahkan bagi yang membutuhkan boleh membagikan kepada siapapun.

Kitab Suci AL- QURAN, Surat Yaasiin surat ke 36 di turunkan di mekkah kecuali ayat ke 45 di turunkan di madinah dengan jumlah 83 ayat.



بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيمِ
Bissmillahhirrohmannirrohim
 Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

يس

1. Yaa Siin

Yaa siin
 (Yaa siin) hanya Allahlah yang mengetahui maksudnya

وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ
2. Wal Qur’anil hakiim
Demi Al Qur’an yang penuh hikmah,
(Demi Alquran yang penuh hikmah) yang padat dengan hikmah-hikmah, susunan kata-katanya amat mengagumkan dan makna-maknanya sangat indah lagi memukau

إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ
3. Innaka laminal mursaliin
Sesungguhnya kamu salah seorang dari Rasul-rasul,
(Sesungguhnya kamu) hai Muhammad (salah seorang dari rasul-rasul.)

عَلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
4. ‘Alaa shirathim mustaqiim
(yang berada) di atas jalan yang lurus,
(Yang berada di atas) berta'alluq kepada ayat sebelumnya (jalan yang lurus) jalannya para nabi sebelum kamu, yaitu jalan tauhid dan hidayah. Ungkapan yang memakai kata pengukuh sumpah dan pengukuh lainnya, dimaksud sebagai sanggahan terhadap perkataan orang-orang kafir yang ditujukan kepada Nabi Muhammad, yaitu sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya, "Kamu bukan seorang yang dijadikan rasul." (Q.S. Ar-Ra'd 43.)

تَنزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ
5. Tanziilal ‘aziizir rahiim
(sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Penyayang,
(Sebagai wahyu yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Penyayang) kepada makhluk-Nya. Khabar dari Mubtada diperkirakan keberadaannya, yaitu lafal Alquran. Maksudnya, Alquran ini sebagai wahyu yang diturunkan.

لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أُنذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ
6. Li tunzira qauman ma undzira aabaauhum fahum ghaafiluun
agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai.
(Agar kamu memberi peringatan) dengan Alquran itu (kepada kaum) lafal Litundzira berta'alluq kepada lafal Tanziilun (yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan) mereka belum pernah diberi peringatan karena hidup di zaman fatrah atau zaman kekosongan nabi dan rasul (karena itu mereka) yakni kaum itu (dalam keadaan lalai) lalai dari iman dan petunjuk

لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلَىٰ أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
7. Laqad haqqal qaulu ‘alaa aktsarihim fahum laa yu’minuun
Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman.
(Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan) yakni ketentuan Allah telah pasti (terhadap kebanyakan mereka)yakni azab-Nya telah pasti atas mereka (karena mereka tidak beriman) kebanyakan dari mereka tidak beriman.

إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلَالًا فَهِيَ إِلَى الْأَذْقَانِ فَهُم مُّقْمَحُونَ
8. Inna Ja’alna fii a’naqihim aghlaalan fahiya ilal adzqani fahum muqmahuun
Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tengadah.
(Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka) tangan mereka disatukan dengan leher mereka dalam satu belenggu, karena pengertian lafal Al-Ghillu ialah mengikatkan kedua tangan ke leher (lalu tangan mereka) yaitu tangan-tangan mereka diangkat dan disatukan (ke dagu) mereka, lafal Adzqaan bentuk jamak dari lafal Dzaqanun yaitu tempat tumbuh janggut (maka karena itu mereka tertengadah) kepala mereka terangkat dan tidak dapat ditundukkan. Ini merupakan tamtsil, yang dimaksud ialah mereka tidak mau taat untuk beriman, dan mereka sama sekali tidak mau menundukkan kepalanya dalam arti kata tidak mau beriman.

وَجَعَلْنَا مِن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ
9. Wa-ja ‘alna min baini aidiihim saddan wa min khalfihim saddan fa aghsyainaahum fahum la yubshirrun
Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.
(Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding) lafal Saddan dalam dua tempat tadi boleh dibaca Suddan (dan Kami tutup -mata- mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.) Ini merupakan tamtsil yang menggambarkan tertutupnya jalan iman bagi merek

وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
10. Wa sawaa-un ‘alaihim a-andzartahum amlam tunzirhum laa yu’minuun
Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.
(Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka) dapat dibaca Tahqiq dan dapat pula dibaca Tas-hil (ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.)

إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَٰنَ بِالْغَيْبِ ۖ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ
11. Innama tunziru manittaba-adz dzikra wa khasyiyar-rahmana bil-ghaibi fabasy-syirhu bi magfiratin wa ajrin kariim
Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.
(Sesungguhnya Kamu hanya dapat memperingati) yakni akan dapat mengambil manfaat dari peringatanmu (orang yang mau mengikuti peringatan) petunjuk Alquran (dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun Dia tidak melihat-Nya) yakni ia tetap takut kepada-Nya sekalipun ia tidak melihat-Nya. (Maka berilah ia kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia) yaitu mendapat surga.

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُّبِينٍ
12. Innaa nahnu nuhyil-mautaa wanaktubu maa qaddamuu wa aatsaarahum, wa kulla syai-in ahsainaahu fii imaamim mubin
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).
(Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati) yakni menghidupkannya kembali (dan Kami menuliskan) di Lohmahfuz (apa yang telah mereka kerjakan) selama hidup di dunia berupa kebaikan dan keburukan, lalu Kami membalasnya kepada mereka (dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan) hal-hal yang dijadikan panutan dari perbuatan mereka sesudah mereka tiada (serta segala sesuatu) dinashabkannya lafal Kulla oleh pengaruh Fiil atau kata kerja yang menjelaskannya, yaitu kalimat berikutnya (Kami catat) Kami kumpulkan satu persatu secara mendetail (di dalam kitab induk yang nyata) yaitu di Lohmahfuz.

وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ
13. Wadlrib lahum matsalan ash-haabal-qaryati idz jaa-ahal-mursaluun
Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negerketika utusan-utusan datang kepada mereka;
(Dan buatlah) adakanlah (buat mereka suatu perumpamaan) lafal Matsalan adalah Maf'ul Awal (yaitu penduduk)lafal Ashhaaba ini menjadi Maf'ul yang kedua (suatu negeri) yaitu kota Inthakiah (ketika datang kepada mereka)lafal ayat ini sampai akhir ayat berkedudukan menjadi Badal Isytimal dari lafal Ashhaabal Qaryah (utusan-utusan)utusan-utusan Nabi Isa

إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُم مُّرْسَلُونَ
14. Idz arsalnaa ilaihimuts naini fakadz dzabuuhumaa fa‘azzaznaa bi tsaalitsin faqaaluu innaa ilaikum mursaluun
(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata:” Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang-diutus kepadamu “.
(Yaitu ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya) ayat ini seluruhnya berkedudukan sebagai Badal dari lafal Idz yang pertama (kemudian Kami kuatkan) kedua utusan itu; lafal ayat ini dapat dibaca Takhfif sehingga bunyinya menjadi Fa'azaznaa dapat pula dibaca Tasydid, sehingga bunyinya menjadi Fa'azzaznaa (dengan -utusan- yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepada kalian.")

قَالُوا مَا أَنتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا وَمَا أَنزَلَ الرَّحْمَٰنُ مِن شَيْءٍ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ
15. Qaaluu ma antum illaa basyarum mits-lunaa wa maa anzalarrahmaanu min syai-in in antum illaa takdzibuun
Mereka menjawab:” Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka “.
(Mereka menjawab, "Kalian tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatu pun. Tidak lain) (kalian hanyalah pendusta belaka.")

قَالُوا رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّا إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ
16. Qaalu rabbunaa ya’lamu inna ilaikum la mursaluun
Mereka berkata:” Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu.
(Mereka berkata, "Rabb kami mengetahui) kalimat ayat ini mengandung makna qasam, kemudian pengukuhannya ditambah dengan adanya huruf Lam pada lafal Lamursaluuna, sebagai sanggahan terhadap perkataan mereka(bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepada kalian.)

وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
17. Wa maa ‘alaina illal balaqhul-mubiin
Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas “.
(Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan -perintah Allah- dengan jelas") menyampaikan yang jelas dan gamblang melalui mukjizat-mukjizat yang terang, yaitu dapat menyembuhkan orang buta, yang berpenyakit supak, dan dapat menghidupkan orang mati.

قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ ۖ لَئِن لَّمْ تَنتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُم مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ
18. Qaalu innaa tathayyarnaa bikum lail lam tantahuu lanarjuman-nakum walayamas-sannakum minnaa ‘adzaabun aliim
Mereka menjawab:” Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami “.
(Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami bernasib malang) mengalami kesialan (karena kalian) kami mengalami kekeringan dan tidak pernah turun hujan sebab ada kalian (sesungguhnya jika) huruf Lam di sini bermakna qasam(kalian tidak berhenti -menyeru kami-, niscaya kami akan merajam kalian) dengan batu-batu (dan kalian pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami.") siksa yang menyakitkan

قَالُوا طَائِرُكُم مَّعَكُمْ ۚ أَئِن ذُكِّرْتُم ۚ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ
19. Qaaluu thaa’irukum ma’akum, a-in dzukkirtum, bal antum qaumum musrifuun
Utusan-utusan itu berkata:” Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas “.
(Utusan-utusan itu berkata, "Kemalangan kalian) yakni kesialan kalian itu (adalah karena kalian sendiri") disebabkan ulah kalian sendiri karena kafir. (Apakah jika) Hamzah Istifham digabungkan dengan In Syarthiyah, keduanya dapat dibaca Tahqiq, dan dapat pula dibaca Tas-hil (kalian diberi peringatan) yakni diberi nasihat dan peringatan; jawab Syarath tidak disebutkan. Lengkapnya ialah apakah jika kalian diberi peringatan lalu kalian bernasib sial karenanya lalu kalian kafir? Pengertian terakhir inilah objek daripada Istifham atau kata tanya. Makna yang dimaksud adalah sebagai cemoohan terhadap mereka. (Sebenarnya kalian adalah kaum yang melampaui batas) karena kemusyrikan kalian.

وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَىٰ قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ
20. Wa jaa-a min aqshal-madiinati rajuluy yas-’aa qaala yaa qaumit tabi’ul mursaliin
Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata:” Wahai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu,
(Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki) Habib An Najjar atau Habib si tukang kayu; dia telah beriman kepada utusan-utusan Nabi Isa, dan tempat tinggalnya berada di ujung kota Inthakiyah (dengan bergegas-gegas)lari dengan cepat, tatkala ia mendengar berita bahwa kaumnya mendustakan utusan-utusan itu (ia berkata, "Hai kaumku! Ikutilah utusan-utusan itu.

اتَّبِعُوا مَن لَّا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ
21. Ittabi’uu man laa yas-alukum ajran wa hum muhtaduun
ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
(Ikutilah) lafal ayat ini mengukuhkan makna lafal yang sama pada ayat sebelumnya (orang yang tiada minta balasan kepada kalian) atas misi risalah yang disampaikannya itu (dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk) lalu dikatakan kepadanya, "Kamu seagama dengan mereka."

وَمَا لِيَ لَا أَعْبُدُ الَّذِي فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
22. Wa maa liya laa a’budul-ladzi fatharanii wa ilaihi turja’uun
Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakan dan yang hanya kepada-Nya kamu (semua) akan dikembalikan?
Lalu laki-laki itu berkata, ("Mengapa aku tidak menyembah -Tuhan- yang telah menciptakan aku) yang telah menjadikan aku. Maksudnya, tidak ada yang mencegahku untuk menyembah-Nya, karena ada bukti-buktinya yang jelas, seharusnya kalian menyembah Dia (dan hanya kepada-Nya kalian semua akan dikembalikan?) sesudah mati, kemudian Dia akan membalas kekafiran kalian itu

أَأَتَّخِذُ مِن دُونِهِ آلِهَةً إِن يُرِدْنِ الرَّحْمَٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغْنِ عَنِّي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا وَلَا يُنقِذُونِ
23. A-attakhidzu minduunihii aalihatan in yuridnirrahmaanu bidlurril laa tughnii ‘annii syafaa ‘atuhum syai-aw wa laa yunqidzun
Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?
(Mengapa aku akan menjadikan) Istifham atau kata tanya di sini mengandung arti kalimat negatif; dan lafal ayat ini sama dengan lafal A-andzartahum tadi, yaitu dapat dibaca Tahqiq dan Tashil (selain Allah) yakni selain-Nya(sebagai tuhan-tuhan -yang disembah-) maksudnya berhala-berhala (jika Allah Yang Maha Pemurah menghendaki kemudaratan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagi diriku) seperti yang kalian dugakan itu (dan mereka tidak -pula- dapat menyelamatkanku) lafal ayat ini menjadi sifat bagi lafal Aalihatan.

إِنِّي إِذًا لَّفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
24. Innii idzal lafii dlalaalim mubiin
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.
(Sesungguhnya aku kalau begitu) seandainya aku menyembah selain Allah (berada dalam kesesatan yang nyata)benar-benar sesat.

إِنِّي آمَنتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُونِ
25. Innii aamantu birabbikum fasma’uun
Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku.
(Sesungguhnya aku telah beriman kepada Rabb kalian, maka dengarkanlah pengakuan keimananku.") dengarkanlah perkataanku ini. Lalu mereka merajamnya hingga mati

قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ ۖ قَالَ يَا لَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ
26. Qiilad-khulil jannata qaala yaa laita qaumii ya’lamuun
Dikatakan (kepadanya): “Masuklah ke surga”. Ia berkata: “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui,
(Dikatakan) kepadanya sesudah ia mati, ("Masuklah ke surga") menurut suatu pendapat dikatakan, bahwa Habib An Najjar itu masuk ke dalam surga dalam keadaan hidup. (Ia berkata, "Aduhai!) huruf Ya di sini menunjukkan makna tanbih atau penyesalan (sekiranya kaumku mengetahui.)

بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ
27. Bimaa ghafaralii rabbii wa ja-’alnii minal mukramiin
apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan”.
(Apa yang menyebabkan Rabbku memberi ampun kepadaku) yakni penyebab Allah memberikan ampunan kepadanya (dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.")

۞ وَمَا أَنزَلْنَا عَلَىٰ قَوْمِهِ مِن بَعْدِهِ مِن جُندٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَمَا كُنَّا مُنزِلِينَ
28. Wa maa andzalnaa ‘alaa qaumihii min ba’dihii min jundim minas sama-i wa maa kunnaa munziliin
Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukanpun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya.
(Dan tiadalah) Maa bermakna Nafi (Kami turunkan kepada kaumnya) kaum Habib An Najjar (setelah dia meninggal) sesudah Habib mati karena dirajam oleh mereka (suatu pasukan pun dari langit) yaitu malaikat-malaikat untuk membinasakan mereka (dan tidak layak Kami menurunkannya) menurunkan Malaikat untuk membinasakan seseorang

إِن كَانَتْ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ خَامِدُونَ
29. In kaanat illaa shaihataw wahidatan faidzaa hum khaamiduun
Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati.
(Tidak ada siksaan) yakni hukuman atas mereka (melainkan satu teriakan saja) malaikat Jibril berteriak keras kepada mereka (maka tiba-tiba mereka semuanya mati) tak bergerak lagi, mati semuanya

يَا حَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِ ۚ مَا يَأْتِيهِم مِّن رَّسُولٍ إِلَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
30. Yaa hasratan ‘alal-ibaadi ma ya’tiihim mir rasuulin illa kaanuu bihii yastahziuun
Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tiada datang seorang rasulpun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya.
(Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu) terhadap mereka dan orang-orang yang seperti mereka, yaitu orang-orang yang mendustakan rasul-rasul, karena akhirnya mereka dibinasakan. Yang dimaksud dengan penyesalan di sini adalah perasaan sakit yang amat sangat akibat suara malaikat Jibril. Kata Nida atau kata seru pada lafal Yaa hasratan hanyalah merupakan kata kiasan, maknanya sudah saatnya bagimu, maka menghadaplah kamu (tiada datang seorang rasul pun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya) ungkapan-ungkapan ini untuk menjelaskan penyebab dari penyesalan tadi. Di dalamnya terkandung pengertian ejekan mereka yang menyebabkan diri mereka binasa, setelah itu mereka menyesal karenanya.

أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُم مِّنَ الْقُرُونِ أَنَّهُمْ إِلَيْهِمْ لَا يَرْجِعُونَ
31. Alam yarau kam ahlaknaa qablahum minalquruuni annahum ilaihim la yarji’uun
Tidakkah mereka mengetahui berapa banyaknya umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, bahwasanya orang-orang (yang telah Kami binasakan) itu tiada kembali kepada mereka.
(Tidakkah mereka mengetahui) yakni penduduk Mekah yang mengatakan kepada Nabi saw. sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya, "Kamu bukan seorang yang dijadikan rasul." (Q.S. Ar-Ra'd, 43.) Istifham atau kata tanya pada ayat ini mengandung makna Taqrir yakni ketahuilah oleh kalian (berapa banyak) lafal Kam mengandung makna kalimat berita, yakni banyak sekali; maknanya, sesungguhnya Kami (telah Kami binasakan sebelum mereka) amatlah banyak (umat-umat) bangsa-bangsa. (Bahwasanya mereka itu) orang-orang yang telah Kami binasakan (kepada mereka) yaitu orang-orang yang mendustakan Nabi saw. (tiada kembali) apakah mereka tidak mengambil pelajaran darinya. Lafal Annahum dan seterusnya berkedudukan menjadi Badal dari kalimat sebelumnya, dengan memelihara makna yang telah disebutkan.


وَإِن كُلٌّ لَّمَّا جَمِيعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُونَ
32. Wa in kullul lamma jamii’ul ladainaa mukhdlaruun
Dan setiap mereka semuanya akan dikumpulkan lagi kepada Kami.
(Dan tiadalah) bila dianggap sebagai In Nafiyah. Sesungguhnya, bila dianggap sebagai In Mukhaffafah dari Inna(masing-masing) dari semua makhluk, Kullun berkedudukan menjadi Mubtada (melainkan) apabila dibaca Tasydid artinya sama dengan lafal illa. Jika dibaca Takhfif yaitu menjadi Lamaa, maka huruf Lamnya adalah Lam Fariqah dan huruf Ma-nya adalah Zaidah (dikumpulkan) menjadi Khabar dari Mubtada, yakni dihimpunkan(kepada Kami kembali) untuk menjalani penghisaban; lafal ayat ini menjadi Khabar kedua

وَآيَةٌ لَّهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ
33. Wa aayatul lahumul-ardlul-maitatu, ahyainaahaa wa akhrajnaa habban faminhu ya’kuluun
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan.
(Dan suatu tanda bagi mereka) yang menunjukkan bahwa mereka akan dibangkitkan kembali, lafal ayat ini berkedudukan menjadi Khabar Muqaddam (adalah bumi yang mati) dapat dibaca Al Maytati atau Al Mayyitati(Kami hidupkan bumi itu) dengan air, menjadi Mubtada Muakhkhar (dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian)seperti gandum (maka daripadanya mereka makan.)

وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِّن نَّخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ
34. Waja-’alna fiiha jan-naatim min nakhiilin wa a’naabin wa fajjarnaa fiihaa minal-’uyuun
Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,
(Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun) ladang-ladang (kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air) dari sebagian kebun-kebun itu

لِيَأْكُلُوا مِن ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ ۖ أَفَلَا يَشْكُرُونَ
35. Liya ’kuluu min tsamarihii wa maa ‘amilathu aidiihim afala yasykuruun
supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?
(Supaya mereka dapat makan dari buahnya) dapat dibaca Tsamarihi atau Tsumurihi, yakni buah pohon yang telah disebutkan tadi, yaitu buah kurma dan buah-buah lainnya (dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka)bukan dari hasil buah-buahan. (Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?) atas nikmat-nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka

سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ
36. Subhaanalladzii khalaqal-azwaaja kullahaa mimmaa tunbitul-ardlu wa min anfusihim wa mimmaa la ya’-lamuun
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
(Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan) yang berjenis-jenis (semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi) berupa biji-bijian dan lain-lainnya (dan dari diri mereka) yaitu jenis pria dan wanita(maupun dari apa yang tidak mereka ketahui) yaitu makhluk-makhluk yang ajaib dan aneh

وَآيَةٌ لَّهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُم مُّظْلِمُونَ
37. Wa aayatul lahumul lailu naslakhu minhun nahaara faidzaahum mudhlimuun
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan,
(Dan suatu tanda bagi mereka) yang menunjukkan kekuasaan Allah yang besar (adalah malam; Kami tanggalkan)Kami pisahkan (siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan) mereka memasuki kegelapan malam hari.

وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
38. Wasy-sayamsu tajrii limustaqarril lahaa dzaalika taqdiirul-aziizil ‘alim
dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
(Dan matahari berjalan) ayat ini dan seterusnya merupakan bagian daripada ayat Wa-aayatul Lahum, atau merupakan ayat yang menyendiri, yakni tidak terikat oleh ayat sebelumnya demikian pula ayat Wal Qamara, pada ayat selanjutnya (di tempat peredarannya) tidak akan menyimpang dari garis edarnya. (Demikianlah) beredarnya matahari itu (ketetapan Yang Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya

وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ
39. Walqamara qaddarnaahu manaazila hatta ‘aada kal’urjunil qadiim
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.
(Dan bagi bulan) dapat dibaca Wal Qamaru atau Wal Qamara, bila dibaca nashab yaitu Wal Qamara berarti dinashabkan oleh Fiil sesudahnya yang berfungsi menafsirkannya yaitu (telah Kami tetapkan) bagi peredarannya(manzilah-manzilah) sebanyak dua puluh delapan manzilah selama dua puluh delapan malam untuk setiap bulannya. Kemudian bersembunyi selama dua malam, jika bilangan satu bulan tiga puluh hari, dan satu malam jika bilangan satu bulan dua puluh sembilan hari (sehingga kembalilah ia) setelah sampai ke manzilah yang terakhir, menurut pandangan mata (sebagai bentuk tandan yang tua) bila sudah lanjut masanya bagaikan ketandan, lalu menipis, berbentuk sabit dan berwarna kuning

لَا الشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَا أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
40. Lasy-syamsu yanbaghi lahaa an tudrikal qamara wa lallailu saabiqun-nahaari wa kullun fii falakin yasbahuun
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
(Tidaklah mungkin bagi matahari) tidak akan terjadi (mendapatkan bulan) yaitu matahari dan bulan bersatu di malam hari (dan malam pun tidak dapat mendahului siang) malam hari tidak akan datang sebelum habis waktu siang hari. (Dan masing-masing) matahari, bulan dan bintang-bintang. Tanwin lafal Kullun ini merupakan pergantian dari Mudhaf Ilaih (pada garis edarnya) yang membundar (beredar) pada garis edarnya masing-masing. Di dalam ungkapan ini benda-benda langit diserupakan sebagai makhluk yang berakal, karenanya mereka diungkapkan dengan lafal Yasbahuuna

وَآيَةٌ لَّهُمْ أَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِي الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ
41. Wa aayatul lahum annaa hamalnaa dzurriy-yatahum filfulkil masyhuun
Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan,
(Dan suatu tanda bagi mereka) yang menunjukkan kekuasaan Kami (adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka)menurut qiraat yang lain lafal Dzurriyyatahum dibaca dalam bentuk jamak sehingga bacaannya menjadi Dzurriyyaatihim, maksudnya ialah kakek moyang mereka (dalam bahtera) yakni perahu Nabi Nuh (yang penuh muatan) dipadati penumpang

وَخَلَقْنَا لَهُم مِّن مِّثْلِهِ مَا يَرْكَبُونَ
42. Wa khalaqnaa lahum mim mitslihii maa yarkabuun
dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti seperti bahtera itu.
(Dan Kami ciptakan untuk mereka seperti bahtera itu) seperti perahu Nabi Nuh, perahu kecil dan besar yang dibuat oleh mereka sesudahnya, bentuknya sama dengan perahu Nabi Nuh. Ini berkat apa yang telah Allah swt. ajarkan kepada Nabi Nuh (yang akan mereka kendarai) mereka berlayar dengannya

وَإِن نَّشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلَا صَرِيخَ لَهُمْ وَلَا هُمْ يُنقَذُونَ
43. Wa in nasya’ nugriqhum falaa shariikhalahum wa laa hum yunqadzuun
Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.
(Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka) sekalipun memakai perahu (maka tiadalah penolong) yakni penyelamat (bagi mereka dan tidak -pula- mereka diselamatkan) ditolong sehingga selamat

إِلَّا رَحْمَةً مِّنَّا وَمَتَاعًا إِلَىٰ حِينٍ
44. Illa rahmatam minna wa mataa’an ilaihiin
Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
(Tetapi -Kami selamatkan mereka- karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika) tiada yang menyelamatkan mereka melainkan rahmat Kami kepada mereka; dan karena Kami hendak memberikan kesenangan hidup kepada mereka sampai batas ajal mereka.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّقُوا مَا بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَمَا خَلْفَكُمْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
45. Wa idzaa qiilla lahumuttaqu maa baina aidiikum wa maa khalfakum la’alakum turhamuun
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Takutlah kamu akan siksa yang di hadapanmu dan siksa yang akan datang supaya kamu mendapat rahmat”, (niscaya mereka berpaling).
(Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Takutlah kalian akan siksa yang di hadapan kalian) berupa azab di dunia sebagaimana apa yang telah menimpa orang-orang selain mereka (dan siksa yang akan datang) yaitu azab di akhirat (supaya kalian mendapat rahmat") tetapi mereka tetap berpaling.

وَمَا تَأْتِيهِم مِّنْ آيَةٍ مِّنْ آيَاتِ رَبِّهِمْ إِلَّا كَانُوا عَنْهَا مُعْرِضِينَ
46. Wa maa ta’tiihim min ayatim min aayaati rabbihim illaa kaanuu ‘anhaa mu’ridliin
Dan sekali-kali tiada datang kepada mereka suatu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, melainkan mereka selalu berpaling daripadanya.
(Dan sekali-kali tiada datang kepada mereka suatu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Rabb mereka melainkan mereka selalu berpaling daripadanya.)

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنُطْعِمُ مَن لَّوْ يَشَاءُ اللَّهُ أَطْعَمَهُ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
47. Wa idza qiila lahum anfiquu mimmaa razaqakumullaahu, qaalal-ladziina kafaruu lilladzina aamanuu, anuth’imu mal lau yasyaa-ullahu ath’amahuu, in an tum illaa fii dlalaalim mubiin
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Nafkahkanlah sebahagian dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu”, maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: “Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata”.
(Dan apabila dikatakan) berkata sahabat-sahabat yang miskin (kepada mereka, "Nafkahkanlah) sedekahkanlah kepada kami (sebagian dari rezeki yang diberikan Allah kepada kalian") berupa harta benda (maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman,) dengan nada yang sinis sebagai ejekan yang ditujukan kepada mereka, ("Apakah kami akan memberi makanan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan) sesuai dengan keyakinan kalian itu. (Tiada lain kalian) yaitu apa yang kalian katakan kepada kami, padahal kalian mempunyai keyakinan bahwa Allah pasti memberi makan kalian (melainkan dalam kesesatan yang nyata") yakni jelas sesatnya. Ditegaskannya lafal Al Ladziina Kafaruu mengandung arti yang mendalam

وَيَقُولُونَ مَتَىٰ هَٰذَا الْوَعْدُ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
48. Wa yaquluuna mataa hadzal wa’du in kuntum shadiqiin
Dan mereka berkata: “Bilakah (terjadinya) janji ini (hari berbangkit) jika kamu adalah orang-orang yang benar?”
(Dan mereka berkata, "Bilakah terjadinya janji ini?) yakni hari berbangkit (jika kalian orang-orang yang benar?") mengenai apa yang kalian katakan.

مَا يَنظُرُونَ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُونَ
49. Maa yandhuruuna illaa shaihataw waahidatan ta’khuzuhum wahum yakhish-shimuun
Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar.
Allah berfirman, ("Mereka tidak menunggu) menanti-nanti (melainkan satu teriakan saja), yaitu tiupan malaikat Israfil yang pertama (yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar") lafal Yakhishshimuuna pada asalnya adalah Yakhtashimuuna, kemudian harakat Ta dipindahkan kepada Kha, lalu Ta diidgamkan kepada Shad. Maksudnya, mereka dalam keadaan lalai dari kedatangan hari kiamat, disebabkan mereka sibuk dalam pertengkaran mereka, jual beli yang mereka lakukan, makan, dan minum serta kesibukan-kesibukan lainnya. Menurut qiraat yang lain lafal Yakhishshimuuna mempunyai Wazan sama dengan lafal Yadhribuuna, artinya sebagian dari mereka bertengkar dengan sebagian yang lain

فَلَا يَسْتَطِيعُونَ تَوْصِيَةً وَلَا إِلَىٰ أَهْلِهِمْ يَرْجِعُونَ
50. Falaa yastathi-’uuna taushiyatan wa laa ilaa ahlihim yarji’uun
Lalu mereka tidak kuasa membuat suatu wasiatpun dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya.
(Lalu mereka tidak kuasa membuat suatu wasiat pun) tidak dapat berwasiat (dan tidak pula dapat kembali kepada keluarganya) dari pasar dan dari tempat-tempat kesibukan mereka, semuanya mati di tempatnya masing-masing.

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُم مِّنَ الْأَجْدَاثِ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يَنسِلُونَ
51. Wa nufikha fish-shuuri fa idzaa hum minal ajdaatsi ilaa rabbihim yansiluun
Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka.
(Dan ditiuplah sangkakala) yaitu tiupan yang kedua untuk membangkitkan makhluk supaya hidup kembali; jarak antara dua tiupan, yakni tiupan pertama dengan tiupan kedua lamanya empat puluh tahun (maka tiba-tiba mereka)orang-orang yang telah terkubur itu (dari kuburnya) dari tempat mereka dikubur (Keluar dengan segera menuju kepada Rabb mereka) mereka keluar dengan cepat lalu menuju kepada-Nya.

قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَن بَعَثَنَا مِن مَّرْقَدِنَا ۜ ۗ هَٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ
52. Qaaluu yaa wailanaa man ba’atsanaa min marqadinaa haadza maa wa-’adar-rahmaanu wa shadaqal-mursaluun
Mereka berkata: “Aduhai celakalah kami? Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya).
(Mereka berkata) orang-orang kafir di antara manusia, ("Aduhai!) Ya di sini menunjukkan makna Tanbih(celakalah kami) binasalah kami lafal Wailun adalah Mashdar yang tidak mempunyai Fi'il dari lafalnya. (Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami -kubur-?") karena mereka seolah-olah dalam keadaan tidur di antara kedua tiupan itu, maksudnya mereka tidak diazab. (Inilah) kebangkitan ini (yang) telah (dijanjikan yang Maha Pemurah dan benarlah) mengenainya (Rasul-rasul-Nya) mereka mengakui atas kebenaran yang telah dikatakan oleh para rasul, tetapi pengakuan mereka tidak bermanfaat lagi. Menurut pendapat yang lain, bahwa kalimat tersebut dikatakan kepada mereka.

إِن كَانَتْ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُونَ
53. In kaanat illaa saihataw waahidatan fa idzaahum jamii’ul ladaina muhdlaruun
Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami.
(Tiadalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, tiba-tiba mereka semua kepada Kami) di hadapan Kami(dikumpulkan.)

فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَلَا تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
54. Falyauma laa tuzhlamu nafsun syai-aw wa laa tujzauna illaa maa kuntum ta’maluun
Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.
(Pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kalian tidak dibalasi, kecuali) dengan balasan (apa yang telah kalian kerjakan.)

إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ
55. Inna ash-haabal jannatil yauma fii syughulin faakihuun
Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka).
(Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu dalam kesibukan) mereka tidak menghiraukan lagi apa yang dialami oleh ahli neraka, karena mereka sibuk dengan kenikmatan-kenikmatan yang sedang mereka rasakan, seperti memecahkan selaput dara bidadari-bidadari; mereka tidak mempunyai kesibukan yang membuat mereka lelah atau payah, karena di dalam surga tidak ada kelelahan. Lafal Syughulin dapat pula dibaca Syughlin (bersenang-senang)yakni bergelimangan di dalam kenikmatan. Lafal Faakihuuna menjadi Khabar kedua dari Inna, sedangkan Khabar yang pertama adalah Fii Syughulin.

هُمْ وَأَزْوَاجُهُمْ فِي ظِلَالٍ عَلَى الْأَرَائِكِ مُتَّكِئُونَ
56. Hum wa azwajuhum fii dhilaalin ‘alal araaiki muttakiuun
Mereka dan isteri-isteri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan.
(Mereka) lafal Hum menjadi Mubtada (dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh) lafal Zhilaalun ini adalah bentuk jamak dari lafal Zhillun atau Zhillatun; menjadi Khabar Mubtada; arti Zhillun adalah tidak terkena panas matahari maksudnya teduh. (Di atas dipan-dipan) lafal Araa-iki adalah bentuk jamak dari lafal Ariikah, adalah ranjang atau permadani yang tebal (mereka bersandaran) bertelekan di atas dipan-dipan; lafal ayat ini menjadi Khabar kedua dan menjadi tempat berta'alluqnya Alal Araaa-iki.

لَهُمْ فِيهَا فَاكِهَةٌ وَلَهُم مَّا يَدَّعُونَ
57. Lahum fiihaa faakihatuw wa lahum maa yadda’uun
Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang mereka minta.
(Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan mereka memperoleh pula) di dalamnya (apa yang mereka minta) apa yang mereka dambakan.

سَلَامٌ قَوْلًا مِّن رَّبٍّ رَّحِيمٍ
58. Salaamun qaulam mir rabbir rahiim
(Kepada mereka dikatakan): “Salam”, sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.
(Kepada mereka dikatakan, "Salaam") kedudukan kalimat ini menjadi Mubtada (sebagai ucapan selamat) yang menjadi Khabarnya ialah (dari Rabb Yang Maha Penyayang) kepada mereka, yakni Dia mengucapkan kepada mereka, "Kesejahteraan atas kalian."

وَامْتَازُوا الْيَوْمَ أَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ
59. Wamtaazul yauma ayyuhal mujrimuun
Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir): “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat.
(Dan) Dia berfirman pula, ("Berpisahlah kalian dan orang-orang mukmin pada hari ini hai orang-orang yang berbuat jahat) mereka diperintahkan supaya berpisah di kala mereka bercampur dengan orang-orang mukmin.

۞ أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
60. Alam a’had ilaikum yaa banii aadama anlaa ta’budusysyaithaana innahuu lakum ‘aduwwum mubiin
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaithan? Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”,
(Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian hai Bani Adam) melalui lisan Rasul-rasul-Ku (supaya kalian tidak menyembah setan) jangan menaatinya. (Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian") yakni jelas permusuhannya.

وَأَنِ اعْبُدُونِي ۚ هَٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ
61. Wa ani’buudunii, haadzaa shiraathum mustaqiim
dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.
(Dan hendaklah kalian menyembah-Ku) yakni esakanlah Aku dan taatilah Aku. (Inilah jalan) maksudnya tuntunan(yang lurus.)

وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنكُمْ جِبِلًّا كَثِيرًا ۖ أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ
62. Wa laqad adlalla minkum jibilan katsiran afalam takuunuu ta’qiluun
Sesungguhnya syaithan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan?
(Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebagian besar di antara kalian) lafal Jibillan adalah bentuk jamak dari Jabiilun seperti wazan Qadiimun, artinya makhluk. Menurut qiraat yang lain dibaca Jibullan dengan harakat Dhammah pada huruf Ba. (Maka apakah kalian tidak memikirkan?) tentang permusuhan setan dan penyesatannya; atau azab yang bakal menimpa mereka, yang karenanya mereka lalu mau beriman. Dikatakan kepada mereka di akhirat nanti:

هَٰذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
63. Hadzihii jahannamul lati kuntum tuu’aduun
Inilah Jahannam yang dahulu kamu di ancam (dengannya).
(Inilah Jahanam yang kalian dahulu diancam) dengannya.

اصْلَوْهَا الْيَوْمَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ
64. Islauhal yauma bimaa kuntum takfuruun
Masuklah ke dalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya.
(Masuklah ke dalamnya pada hari ini disebabkan kalian dahulu mengingkarinya.)

الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
65. Alyauma nakhtimu ‘alaa afwaahihim wa tukallimunaa aidiihim wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanuu yaksibuun
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.
(Pada hari ini Kami tutup mulut mereka) mulut orang-orang kafir, karena mereka mengatakan, yaitu sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya, "Demi Allah, Rabb kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah." (Q.S. 6 Al An'am, 23) (Dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan kaki mereka memberi kesaksian) juga anggota-anggota mereka lainnya (terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan) setiap anggota tubuh mengucapkan apa yang telah diperbuatnya.

وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَىٰ أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّىٰ يُبْصِرُونَ
66. Walau nasyaa-u lathamasnaa ‘alaa a’yunihim fastabaqush-shirata fa-annaa yubshiruun
Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka betapakah mereka dapat melihat (nya).
(Dan jika Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan penglihatan mereka) Kami jadikan penglihatan mereka buta sama sekali (lalu mereka berlomba-lomba) bersegera (-mencari- jalan) untuk pergi sebagaimana kebiasaan mereka. (Maka betapakah) bagaimanakah (mereka dapat melihat) jalan itu, jika mereka dalam keadaan buta? Yakni mereka pasti tidak akan dapat melihat jalan itu.

وَلَوْ نَشَاءُ لَمَسَخْنَاهُمْ عَلَىٰ مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوا مُضِيًّا وَلَا يَرْجِعُونَ
67. Walau nasyaa-u lamasakhnaahum ‘alaa makaanatihim famastathaa’uu muddliyyaw walaa yarji’uun
Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami robah mereka di tempat mereka berada; maka mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.
(Dan jika Kami menghendaki pastilah Kami ubah mereka) diubah menjadi kera, babi atau batu (di tempat mereka berada) menurut qiraat yang lain lafal Makanatihim dibaca dalam bentuk jamak, yaitu Makaanaatihim, yaitu di tempat-tempat mereka (maka mereka tidak sanggup berjalan dan tidak pula sanggup kembali) yakni mereka tidak dapat pergi dan tidak dapat pulang kembali.

وَمَن نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ ۖ أَفَلَا يَعْقِلُونَ
68. Wa man nu’ammirhu nunakkishu filkhalqi afala ya’qiluun
Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian (nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?
(Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya) yaitu diperpanjang ajalnya (niscaya dia Kami kembalikan)menurut qiraat yang lain tidak dibaca Nunakkis-hu melainkan Nunkis-hu yang berasal dari Mashdar At-Tankiis, yakni mengembalikannya (kepada kejadiannya) sehingga setelah ia kuat dan muda lalu menjadi tua dan lemah kembali. (Maka apakah mereka tidak memikirkan?) bahwasanya Dzat Yang Maha Kuasa memperbuat demikian, berkuasa pula untuk membangkitkan hidup kembali, oleh karenanya mereka lalu mau beriman kepada-Nya. Menurut qiraat yang lain lafal Ya'qiluuna dibaca Ta'qiluuna dengan memakai huruf Ta.

وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنبَغِي لَهُ ۚ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُّبِينٌ
69. Wa maa ‘allamnahusy-syi’ra wa maa yanbaghi lahu in huwa illa dzikruw wa Qu’aanum mubiin
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan,
(Dan Kami tidak mengajarkan kepadanya) yakni kepada Nabi saw. (tentang syair) ayat ini diturunkan sebagai sanggahan terhadap perkataan orang-orang kafir, karena mereka telah mengatakan, bahwa sesungguhnya Alquran yang didatangkan olehnya adalah syair (dan bersyair itu tidak layak) tidak mudah (baginya.) (Alquran itu tiada lain) apa yang diturunkan kepadanya, tiada lain (hanyalah pelajaran) nasihat (dan Kitab yang memberi penerangan) yang menjelaskan tentang hukum-hukum dan lain-lainnya.

لِّيُنذِرَ مَن كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكَافِرِينَ
70. Liyunzira man kaana hayyan wa yahiqqal qaulu ‘alal kaafiriin
supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir.
(Supaya dia memberi peringatan) dengan Alquran itu; lafal Liyundzira dapat pula dibaca Litundzira artinya supaya kamu memberi peringatan dengan Alquran itu (kepada orang-orang yang hidup) hatinya, maksudnya tanggap terhadap apa-apa yang dinasihatkan kepada mereka; mereka adalah orang-orang mukmin (dan supaya pastilah ketetapan) azab (terhadap orang-orang kafir) mereka diserupakan orang mati, karena mereka tidak tanggap terhadap apa-apa yang dinasihatkan kepada mereka.

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُم مِّمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ
71. Awalam yarau annaa khalaqnaa lahum mimmaa ‘amilat aidiinaa an’aaman fahum lahaa maalikuun
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?
(Dan apakah mereka tidak melihat) tidak memperhatikan, Istifham di sini mengandung makna Taqrir dan huruf Wau yang masuk kepadanya merupakan huruf 'Athaf (bahwa Kami telah menciptakan untuk mereka) ini ditujukan kepada segolongan manusia (dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami) dari hasil ciptaan Kami tanpa sekutu dan tanpa pembantu (yaitu berupa binatang ternak) unta, sapi, dan kambing lalu mereka menguasainya?) dapat memeliharanya.

وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ
72. Wadzallalnaaha lahum faminhaa rakuubuhum wa minha ya’kuluun
Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan.
(Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu) Kami jadikan mereka tunduk (untuk mereka; maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka) menjadi kendaraan mereka (dan sebagiannya mereka makan.)

وَلَهُمْ فِيهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُ ۖ أَفَلَا يَشْكُرُونَ
73. Walahum fiiha manaafi’u wa masyaribu afala yasykuruun
Dan mereka memperoleh padanya manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?
(Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat) yakni dari bulu unta, kambing, dan dombanya (dan minuman)dari air susunya, lafal Masyaarib adalah bentuk jamak dari lafal Masyrab yang bermakna Asy-Syurb atau minuman, makna yang dimaksud adalah tempat minum. (Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?) kepada Allah Yang telah melimpahkan nikmat-nikmat itu kepada mereka, lalu karenanya mereka mau beriman. Makna yang dimaksud ialah mereka tidak mensyukurinya.

وَاتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنصَرُونَ
74. Wattakhadzu min duunillahi aalihatan la’allahum yunsaruun
Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar mereka mendapat pertolongan.
(Mereka mengambil selain Allah) selain-Nya (sebagai sesembahan-sesembahan) berhala-berhala yang mereka sembah (agar mereka mendapat pertolongan) terhindar dari azab Allah, karena mendapat syafaat dari tuhan-tuhan sesembahan mereka itu, ini menurut dugaan mereka sendiri.

لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَهُمْ وَهُمْ لَهُمْ جُندٌ مُّحْضَرُونَ
75. Laa yastathi’uuna nashrahum wahum lahum jundum muhdlaruun
Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka; padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka.
(Berhala-berhala itu tidak akan dapat) yakni sesembahan-sesembahan mereka itu tidak dapat menolong. Ungkapan kata berhala memakai jamak untuk orang yang berakal hanyalah sebagai kata kiasan saja, yakni mereka dianggap sebagai makhluk yang berakal (menolong mereka padahal berhala-berhala itu) sesembahan-sesembahan mereka itu (menjadi tentara mereka) menurut dugaan mereka, yaitu tentara yang siap menolong mereka (yang disiapkan) di dalam neraka bersama mereka.

فَلَا يَحْزُنكَ قَوْلُهُمْ ۘ إِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
76. Falaa yahzunka qauluhum inna na’lamu maa yusirruuna wa maa yu’linuun
Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.
(Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu) seperti ucapan, bahwa kamu bukanlah seseorang yang diutus oleh Allah dan ucapan-ucapan lainnya. (Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan) dari perkataan-perkataan semacam itu dan yang lainnya, kelak Kami akan membalasnya kepada mereka.

أَوَلَمْ يَرَ الْإِنسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِن نُّطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُّبِينٌ
77. Awalam yaral-insaanu annaa khalaqnaahu min nuthfatin fa idza huwa khasiimum mubiin
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!
(Apakah manusia tidak memperhatikan) apakah ia tidak mengetahui, orang yang dimaksud adalah Ashi bin Wail(bahwa Kami menciptakannya dari setitik air) yakni air mani, hingga Kami jadikan ia besar dan kuat (maka tiba-tiba ia menjadi penentang) yakni sangat memusuhi Kami (yang nyata) jelas menentangnya, tidak mau percaya kepada adanya hari berbangkit.

وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ ۖ قَالَ مَن يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ
78. Wa dlaraba lanaa matsalaw wanasiya khalqahu qaala man yuhyil ‘idhaama wahiya ramiim
Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?”
(Dia membuat perumpamaan bagi Kami) mengenai hal tersebut (dan dia lupa kepada kejadiannya) berasal dari air mani, dan terlebih lagi ia lupa kepada hal-hal yang selain itu (ia berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?") hancur berantakan, di dalam ungkapan ini tidak dikatakan Ramiimatun, karena isim bukan sifat. Menurut suatu riwayat dikisahkan bahwa Ashi bin Wail mengambil sebuah tulang yang telah hancur, kemudian ia cerai-beraikan tulang itu di hadapan Nabi saw. seraya berkata, "Apakah kamu berpendapat, bahwa Allah nanti akan menghidupkan kembali tulang ini sesudah hancur luluh dan berantakan ini?"Maka Nabi saw. menjawab, "Ya, Dia akan memasukkanmu ke neraka."

قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ
79. Qul yuhyiihal ladzi ansya-ahaa awwala marratin wa huwa bikulli khalqin ‘aliim
Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,
(Katakanlah! "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya yang pertama kali. Dan Dia tentang segala makhluk) semua yang diciptakan-Nya (Maha Mengetahui) secara global dan rinci, baik sebelum mereka diciptakan maupun sesudahnya.

الَّذِي جَعَلَ لَكُم مِّنَ الشَّجَرِ الْأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنتُم مِّنْهُ تُوقِدُونَ
80. Allazi ja’ala lakum minasy syajaril-akhdlari naaran fa idza antum minhu tuuqiduun
yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”
(Yaitu Tuhan yang menjadikan untuk kalian) yakni segolongan umat manusia (dari kayu yang hijau) yakni kayu pohon Marakh dan Affar atau semua jenis pohon selain pohon anggur (api, maka tiba-tiba kalian nyalakan -api- dari kayu itu.") kalian membuat api daripadanya. Hal ini menunjukkan kekuasaan Allah swt. yang mampu untuk menghidupkan kembali manusia yang mati. Karena sesungguhnya di dalam kayu yang hijau itu terhimpun antara air, api, dan kayu; maka air tidak dapat memadamkan api, dan pula api tidak dapat membakar kayu.

أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَىٰ أَن يَخْلُقَ مِثْلَهُم ۚ بَلَىٰ وَهُوَ الْخَلَّاقُ الْعَلِيمُ
81. Awalaisal ladzii khalaqas samaawaati wal-ardla biqaadirin ‘alaa ayyakhluqa. mitslahum balaa wahuwal khallaqul ‘alim
Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
(Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu) padahal langit dan bumi itu sangat besar (berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu) yaitu manusia yang kecil bentuknya itu. (Benar) Dia berkuasa untuk menciptakannya, di sini Allah swt. menjawab diri-Nya sendiri. (Dan Dialah Maha Pencipta) banyak ciptaan-Nya(lagi Maha Mengetahui) segala sesuatu.

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَن يَقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ
82.  Innamaa amruhuu idza araada syai-an anyayaquula lahuu kun fa yakun
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia.
(Sesungguhnya perkara-Nya) keadaan-Nya (apabila Dia menghendaki sesuatu) yakni berkehendak menciptakan sesuatu (hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah," maka terjadilah ia) berujudlah sesuatu itu. Menurut qiraat yang lain lafal Fayakuunu dibaca Fayakuna karena diathafkan kepada lafal Yaquula.

فَسُبْحَانَ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
83. Fasubhanal ladzi bi yadihii malakuutu kulli syai’in wa ilaihi turja’uun
Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
(Maka Maha Suci Allah Yang dalam genggaman-Nya kekuasaan) lafal Malakuutu pada asalnya adalah Mulki kemudian ditambahkan huruf Wawu dan Ta untuk menunjukkan makna mubalaghah, artinya kekuasaan atas (segala sesuatu dan kepada-Nyalah kalian dikembalikan) kelak di akhirat.
Baca Selengkapnya