MAKALAH PENGERTIAN DAN FUNGSI KEBIJAKAN
Untuk mendownload file PDF makalah ini silahkan (klik disini) atau masuk ke menu Download
jangan lupa untuk menampilkan referensi dari blog ini riyansaludi.blogspot.com
Keyword : Pengertian kebijakan, Fungsi kebijakan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kebijakan adalah kata yang mungkin sering kita
dengar, kita ucapkan atau bahkan kita lakukan. Namun dalam konteksnya
seringkali kita belum memahami
sepenuhnya apa sesungguhnya makna atau arti dari kata kebijakan tersebut, maka
dari itu kita harus lihat apa sesungguhnya makna dari kebijakan. Ada
bermacam-macam pendapat yang mengemukakan tentang konsep kebijakan, oleh karena
itu kita memerlukan kesepakatan terlebih dahulu apa yang di maksud dengan kebijakan
itu sendiri.
Dalam pemahaman yang lebih definitive bahwa
kebijakan (policy) menurut hough (1994) merupakan istilah yang sulit di pahami
dan menuntut penjelasan yang lebih jauh karena istilah itu sering di gunakan
dalam cara yang berbeda, dan untuk menunjukan fenomena yang beragam. Proses
kebijakan di dasarkan pada asumsi bahwa kebijakan publik lebih terkait dengan transformasi
konflik kelompok dan nilai-nilai yang mendasarinya. Kebijakan tidak lahir
begitu saja melainkan di lahirkan dalam konteks seperangkat nilai yang khusus,
tekanan, dan dalam susunan struktur yang khusus, termasuk di dalamya kebutuhan
dan aspirasi masyarakat sebagai sasaran kebijakan[1].
Landasan utama yang mendasari suatu kebijakan
adalah pertimbangan akal pikiran manusia. Tentunya suatu kebijakan bukan
semata-mata merupakan hasil pertimbangan akal manusia, namun demikian ,akal
manusia merupakan unsur yang dominan di dalam mengambil keputusan dari berbagai
opsi dalam pengambilan keputusan kebijakan. Dalam pambahasan makalah kali ini
kita akan mengkaji lebih lanjut mengenai makna serta fungsi dari kebijakan itu
sendiri.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas maka
terdapat beberapa permasalahan yang timbul yaitu sebagai berikut :
1.
Apa pengertian kebijakan ?
2.
Apa fungsi kebijakan ?
C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu
untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebijakan dan Regulasi Pendidikan, selain itu
juga memberikan suatu informasi yang berhubungan dengan kebijakan yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian kebijakan.
2. Untuk mengetahui fungsi kebijakan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEBIJAKAN
a. Arti dan Makna Kebijakan
Kebijakan adalah terjemahan dari kata “wisdom”
yaitu suatu ketentuan dari pimpinan yang
berbeda dengan aturan yang ada, yang di kenakan pada seeorang atau
kelompok orang tersebut tidak dapat dan tidak mungkin memenuhi aturan yang umum
tadi, dengan kata lain ia dapat perkecualian (Imron, 1996:17). Artinya wisdom
atau kebijakan adalah suatu kearifan pimpinan kepada bawahan atau
masyarakatnya. Pimpinan yang arif sebagai pihak yang menentukan kebijakan,
dapat saja pengecualian aturan yang baku
kepada seseorang atau sekelompok orang, jika mereka tidak dapat dan
tidak mungkin memenuhi aturan yang umum tadi, dengan kata lain dapat
dikecualian tetapi tidak melanggar aturan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988)
mengemukakan bahwa kebijakan adalah kepandaian , kemahiran, kebijaksanaan,
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dasar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak oleh pemerintah,
organisasi dan sebagainya sebagai pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau
maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam mencapai sasaran.[2]
Berikut Pengertian kebijakan menurut bebepara ahli
Istilah kebijakan yang dimaksud dalam buku ini
disepadankan dengan kata policy yang
dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom)
maupun kebajikan (virtues). Budi
Winarno dan Sholichin
Abdul Wahab sepakat bahwa istilah ‘kebijakan’ ini
penggunaannya sering dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan,
undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan grand design. Bagi para policy
makers (pembuat kebijakan) dan orang-orang yang menggeluti kebijakan,
penggunaan istilah-istilah tersebut tidak menimbulkan masalah, tetapi bagi
orang di luar struktur pengambilan kebijakan tersebut mungkin akan
membingungkan. Seorang penulis mengatakan, bahwa kebijakan adalah prinsip atau
cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan.
Menurut Ealau dan Kenneth Prewitt yang dikutip
Charles O. Jones, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan
oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik oleh yang membuatnya maupun
oleh mereka yang mentaatinya (a standing
decision characterized by behavioral
consistency and repetitiveness on the part of both those who make it and those
who abide it).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan
definisi kebijakan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini bisa amat
sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur
atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif,
publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya yang seperti ini mungkin berupa
suatu deklarasi mengenai suatu program, mengenai aktivitas-aktivitas tertentu
atau suatu rencana.
Richard Rose (1969) sebagai seorang pakar ilmu
politik menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dimengerti sebagai serangkaian
kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya
bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri.
Kebijakan menurutnya dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar
suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.[3]
Koontz dan O’Donnell (1987) mengemukakan bahwa
kebijakan adalah pernyataan atau pemahaman umum yang mempedomani pemikiran
dalam mengambil keputusan.
Sedangkan Anderson (1979) mengemukakan bahwa
kebijakan merupakan bagian dari perencanaan yang mempersiapkan seperangkat
keputusan baik yang berhubungan dengan dana, tenaga, maupun waktu untuk
mencapai tujuan.[4]
Campbell mengemukakan kebijakan adalah batasan
keputusan memandu masa depan (mann, 1975). Implikasi kebijakan menurut Mann
(1975) mempersyarat dua hal. Pertama, sekelompok persoalan dengan dengan
karakteristik tertentu. Kedua, implikasi dari karakteristik pembuatan
kebijakan sebagai suatu proses. Jika di lihat dari sudut pembangunan pendidikan
maka implikasi kebijakan pendidikan nasional adalah upaya peningkatan taraf dan
mutu kehidupan bangsa dalam mengembangkan kebudayaan nasional, karenanya dalam
pengambilan kebijakan selalu di temukan problem. Adapun karakteristik problem
tersebut pada dasarnya adalah bersifat publik, sangat konsekuensial, sangat
kompleks, di dominasi ketidakpastian, dan mencermiinkan ketidaksepakatan
tentang tujuan yang dicapainya.
Rich (1974) mengemukakan bahwa kebijakan tidak
hanya mengatur sistem operasi secara internal, tetapi juga menyajikan
pengaturan yang berhubungan dengan fungsi secara definitif di antara sistem.
Menurut poerwadarminta (1984) kebijakan berasal dari kata bijak,
yang artinya pandai, mahir, selalu menggunakan akal budi. Dengan demikian,
kebijakan adalah kepandaian atau kemahiran.
Dalam bahasa Arab, dikenal dengan kata arif yang artinya
tahu/mengetahui; cerdik/pandai/berilmu. Dengan demikian, seorang yang bijak
adalah yang arif, pandai, dan berilmu dalam bidangnya.
Kebijakan adalah rangkaian konsep asas yang menjadi garis dasar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak
oleh pemerintah, organisasi, dan sebagainya sebagai pernyataan cita-cita
tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam
pencapaian sasaran.[5]
Dengan demikian dari berbagai pendapat
tersebut dapat di simpulkan bahwa kebijakan (wisdom) adalah kepandaian,
kemahiran kebijaksanaan, kearifan, rangkaian konsep, dan asas yang menjadi
garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan di dasarkan
atas suatu ketentuan dari pemimpin yang berbeda dari aturan yang ada, yang di
kenakan pada seseorang karena adanya
alasan yang dapat di terima seperti untuk tidak memberlakukan aturan yang
berlaku karena sesuatu alasan yang kuat.[6]
Menurut Thomas Dye kebijakan sebagai pilihan
pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Sementara Lasswel
dan Kaplan melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan
kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan
praktek.
Dari
pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa kebijakan mengandung arti :
1. Hasil produk keputusan yang di ambil bersama.
2. Adanya formulasi.
3. Pelaksanaanya adalah orang-orang dalam organisasi.
4. Adanya prilaku yang konsisten bagi para pengambil keputusan.
Kebijakan penggunaannya sering di sama artikan
dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan,
undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan atau rancangan besar.
Sedangkan menurut perserikatan bangsa-bangsa kebijakan adalah pedoman untuk
bertindak, meliputi pedoman untuk bertindak, meliputi pedoman yang
bersifat sederhana sampai dengan yang
kompleks, bersifat umum atau khusus, berdasarkan luas maupun sempit,
transparan maupun kabur (tidak jelas),
terperinci maupun global. Dengan demikian pengertian kebijakan dapat di artikan
sebagai serangkaian tindakan yang memiliki tujuan tertentu dengan di ikuti dan
di laksanakan oleh seorang atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah
tertentu dengan memproyeksikan program-program.[7]
b. Model-Model Kebijakan Pendidikan
Beberapa masalah kebijakan tidak dapat di
pahami hanya dengan menggunakan metodologi kuantitatif, karena sifatnya khusus
dan unik seperti kegiatan pembelajaran, peningakatan kualitas mengajar guru,
penataan ruang kelas, supervisi pengajaran, perencanaan pengajaran dan kegiatan
lainnya di sekolah. Metodologi
kualitatif di bidang pendidikan dapat di lakukan dengan mempelajari permasalahan kebijakan secara khusus dan secara rinci dan secara
kasus per kasus di telusuri dengan pendekatan kualitatif seperti manajemen
sekolah, manajemen kelas, peningkatan kualitas pengajaran, penggunaan
fasillitas dan perlengkapan pembelajaran dan sebagainya. Pendekatan analisis
kebijakan pada dasarnya menurut Suryadi dan Tilaar (1993:46)[8]
meliputi dua bagian besar yaitu pendekatan deskriptif dan pendekatan normatif
dan kenyataan kedua metodologi tersebut di laksanakan dalam kegiatan analisis
kebijakan. Istilah tipe-tipe model kebijakan menurut Dunn (1981:116) terdiri dari enam model di
antaranya model deskriptif dan normatif. Walaupun istilahnya berbeda-beda dalam
ilmu pengetahuan pendekatannya selalu berkisar diantara kedua jenis tersebut.
Untuk menganalisisinya menurut Dunn (1981:111) dapat di gunakan berbagai model
kebijakan yaitu medel deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolis,
model prosedural, model sebagai pengganti dan perspektif.[9]
1. Model deskriptif
Model deskriptif menurut Suryadi dan Tilaar
(1993:46) adalah suatu prosedur atau cara yang di pergunakan untuk penelitian
dalam ilmu pengetahuan baik murni maupun terapan untuk menerangkan suatu gejala
yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan menurut Cohn (1981) model deskriptif
merupakan pendekatan positif yang di wujudkan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan menyajikan suatu “state of the art”atau
keadaan apa adanya dari suatu gejala yang sedang di teliti dan perlu di ketahui
para pemakai. Tujuan model deskriptif oleh Dunn memprediksikan atau menjelaskan
sebab-sebab dan konsekwensi dari pilihan-pilihan kebijakan. Model ini di
gunakan untuk memantau hasil-hasil dan aksi-aksi kebijakan seperti indikator
angka partisipasi murni dan angka drop out yang di publikasikan.[10]
Sedangakan pada tingkat satuan pendidikan
setiap kepala sekolah bersama guru dan komitme sekolah mempersiapkan strategi
perolehan mutu yang rasional berdasarkan dukungan sumber daya yang ada di
sekolah dengan menyajikan keadaan apa
adanya. Dengan model deskriptif adalah pendekatan positif yang di wujudkan
dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan manyajikan suatu “state of the art”
atau keadaan apa adanya dari suatu
gejala yang sedang di teliti dan perlu di ketahui oleh para pemakai. Untuk
mendeskripsikan suatu kebijakan menggunakan prosedur atau cara untuk penelitian
baik murni maupun terapan untuk menerangkan suatu gejala yang terjadi dalam
masyarakat.[11]
2.
Model Normatif
Di antara beberapa model jenis normatif yang sering di gunakan
analisis kebijakan adalah model normatif yang membantu menentukan tingkat
kapasitas pelayanan yang optimum (model antri), pengaturan volume dan
waktu yang optimun (model inventaris), dan keuntungan yang optimum pada
investasi publik (model biaya manfaat). Karena masalah-masalah keputusan
normatif adalah mencari nilai-nilai variable terkontrol (kebijakan) akan
menghasilkan manfaat terbesar (nilai), sebagaaimana terukur dalam variabel
keluaran yang hendak di ubah oleh para pembuat kebijakan. Pendekatan normatif
menurut Suryadi dan Tilaar (1993:47)[12]
di sebut juga pendekatan prespektif yang merupakan upaya ilmu pengetahuan
menawarkan suatu norma, kaidah, atau resep yang dapat di gunakan oleh pemakai untuk
memecahkan suatu masalah. Tujuan model normatif buakan hanya menjelaskan atau
memprediksi tetapi juga memberi dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan
pencapaian beberapa utilitas (nilai). Juga membantu memudahkan para pemakai
hasil penelitian, menentukan atau memilih salah satu cara atau prosedur yang
paling efisien dalam memecahkan suatu masalah.
Model normatif ini tidak hanya memungkinkan
analisis atau pengambil kebijakan memperkirakan masa lalu, masa kini dan masa
mendatang. Pendekatan normatif dalam analisis kebijakan di maksudkan untuk
membantu para pengambil keputusan (Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, dan
Kepala Sekolah) memberikan gagasan hasil pemikiran agar para pengambil
keputusan dapat memecahkan suatu masalah kebijakan. Pendekatan normatif di
tekankan pada rekomendasi serangkaian tindakan yang akan datang (aksi) yang
dapat menyelesaikan masalah-masalh pendidikan yang di butuhkan oleh masyarakat
pada semua jenjamg dan jenis pendidikan.
c. Model verbal
Model verbal dalam kebijakan di dekspressikan
dalam bahasa sehari-hari, bukan hanya bahasa logika, simbolis dan matematika
sebagai masalah substantif. Dalam menggunakan model verbal, analisis berstandar
pada penilaian nalar untuk membuat prediksi atau penawaran rekomendasi. Penilaian
nalar menghasilkan argumen kebijakan, bukan berbentuk nilai-nilai angka pasti.
Model verbal secara relatif mudah di komunikasikan di antara para ahli dan
orang awam, dan biayanya yang murah[13].
Keterbatasan model verbal adalah masalah-masalah yang di pakai untuk memberikan
prediksi dan rekomendasi bersifat implisit atau tersembunyi,sehingga sulit
untuk memahami dan memeriksa secara kritis argumen-argumen tersebut sebagai
keseluruhan, karena tidak di dukung informasi atau fakta yang mendasarinya.
d. Model Simbolis
Model simbolis menggunakan simbol-simbol
matematis untuk menerangkan hubungan antara variabel-variabel kunci yang di
percaya menciri suatu masalah. Prediksi
atau solusi yang optimal dari suatu masalah kebijakan di peroleh dari
model-model simbolis dengan meminjam dan menggunakan metode-metode matematika,
statistika dan logika. Memang model ini sulit di komunikasikan di antara orang
awam, termasuk oleh para pembuat kebijakan, dan bahkan diantara para ahli
pembuat model sering terjadi kesalah pahaman tentang elemen-elemen dasar dari
model tersebut. Kelemahan praktis model simbolis adalah hasilnya tidak mudah
diinterprestasikan, bahkan diantara para spesialis, karena asumsu-asumsinya
tidak di nyatakan secara memadai.
Model-model simbolis dapat memperbaiki
keputusan kebijakan, tetapi hanya jika premis-premis sebagai pijakan penysun
model di buat eksplisit dan jelas. Terlalu sering isi yang pokok menjadi model
yang berdasarkan teori dan bukti tidak lebih dari rekonsepsi dan prasangka
ilmuwan yang terselubung dalam kekuatan ilmiah dan di hiasi dengan simulasi
komputer yang ekstensif.tanpa verivikasi empiris hanya ada sedikit jaminan
bahwa hasil praktek semacam itu dapat diandalkan untuk tujuan kebijakan
normatif.[14]
Karena itu untuk penentuan kebijakan atas dasar angka-angka kuantitatif tidak
cukup memadai untuk melakukan prediksi, masih perlu data kualitatif atau
fakta-fakta yang real sebagai pertimbangan prediksi dan juga penentuan
kebijakan.
e. Model Prosedural
Model prosedural menampilkan hubungan yang
dinamis antara variabel-variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah
kebijakan. Prediksi-prediksi dan solusi-solusi optimal di peroleh dengan cara
mensimulasikan dan meneliti seperangkat hubungan yang mungkin, sebagai contoh:
pertumbuhan ekonomi, konsumsi energi, angkatan kerja terdidik, penuntasan wajib
belajar 9tahun, alokasi anggaran pemerintah untuk pembelajaran, dan suplay
makanan dalam tahun-tahun mendatang yang tidak dapat diterangkan sercara baik,
karena data-data dan informasiyang di perlukan tidak tersedia. Prosedur simulasi
dan penelitian pada umumnya (meskipun tidak harus) diperoleh dengan
bantuan komputer, yang diprogram untuk menghasilkan prdiksi-prediksi alternatif
di bawah serangkaian konsumsi yang berbeda-beda.[15]
Model prosedural dicatat dengan memanfaatkan
model ekspresi yanng simbolis dalam penentuan kebijakan. Perbedaanya, simbolis
menggunakan data aktual untuk memperkirakan hubungan antara variabel-variabel
kebijakan dan hasil, sedangkan model prosediran adalam mensimulasikan hubungan
antara variabel tersebut. Model prosedural dapat ditulis dalam bahasa nonteknis
yang terpahami, sehingga memperlancar komunikasi antara orang-orang awam.
Kelebihannya memungkinkan simulasi dan penelitian yang kreatif, kelemahannya
sering mengalami kesulitan mencari data atau argumen yang dapat memperkuat
asumsi-asumsinya, dan biaya model prosedural ini relatif tinggi di banding
model verbal dan simbolis.
Pada pemerintah desentralisasi sesuai UU No.
22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah penggunaan model prosedural ini dalam
pengambilan kebijakan ada tiga tatanan yakni untuk memenuhi standar nasional
dilakukan oleh Depertemen Pendidikan Nasional, untuk membantu kebutuhan satuan
pendidikan pada tingkat regional oleh pemerintah provinsi, dan untuk memenuhi
anggaran, sarana dan prasarana, fasilitas dan perlengkapan, dan ketenagaan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota. Ketiga tataran ini mempunyai hubungan dengan jumlah
variabel kebijakan pendidikan, sedangkan muara dari kebijakan pendidikan adalah
satuan pendidikan. Untuk hal-hal tersebut diatas menunjukan bahwa satuan
pendidikan bukanlah intitusi penentu kebijakan, tetapi sebagai sarana
kebijakan.[16]
f. Model Sebagai Pengganti dan Perspektif
Pendekatan perspektif menurut Suryadi dan
Tilaar (1993:47)[17]
merupakan upaya ilmu pengetahuanmenawarkan suatu norma, kaidah atau resep yang
dapat digunakan oleh pemakai memecahkan suatu masalah khususnya masalah
kebijakan. Preskipsi atau rekomendasi diidentikan dengan advokasi kebijakan,
yang acapkali dipandang sebagai cara pembuat keputusan idiologis atau untuk
menghasilkan informasi kebijakan yang relevan dan argumen-argumen yang masuk
akal mengenai solusi-solusi yang memungkinkan bagi masalah publik. Jadi
pengambilan kebijakan bukan atas kemauan atau kehendak para penentu kebijakan,
tetapi memiliki alasan-alasan yang kuat dan kebijakan tersebut memang menjadi
kebutuhan publik. Bentuk ekspresi dari model kebijakan lepas dari tujuan,
menurut Dunn (1981:115) dapat di pandang sebagai pengganti (surrogates)
atau sebagai perspektif (perspektives).
Model pengganti (surrogates model) di
asumsikan sebagai pengganti dari masalah-masalah substantif. Model pengganti
mulai disadari atau tidak dari asumsi bahwa masalah formal adalah representasi
yang sah dari masalah yang subtantif. Model perspektif didasarkan pada asumsi
bahwa masalah formal tidak sepenuhnya mewakili secara sah masalah subtantif,
sebaliknya model perspektif dipandang sebagai satu dari banyak cara lainyang
dapat digunakan untuk merumuskan masalah subtantif. Pebedaan antara model
pengganti dan perspektif adalah pentinga dalam analisis kebijakan publik.
Kebanyakan masalah penting cenderung sulit di rumuskan. (ill structured).
Karena kebanyakan struktur masalah kebijakan
masalah publik adalah kompleks sehingga penggunaan model pengganti secara
signifikan meningkatkan probabilitas kesalahan yaitu memecahkan formulasi yang
salah dari suatu maslah ketika harus memecahkan masalah yang tepat.[18]
Model formal tidak dapat dengan sendirinya
memberitahu apakah memecahkan
formulasi masalah kebijakan organisasi yang salah ketika harus memecahkan
masalah yang tepat. Untuk memutuskan kibijakan pendidikan baik itu pada tatana
nasional, regional, dan satuan pendidikan tentu mengacu pada suatu norma,
kaidah atau resep yang dapat digunakan oleh pemakai memcahkan suatu masalah
pendidikan. Hal ini penting, karena pemecahan masalah pendidikan ini harus di
lakukan dengan tepat, jika tentu akan mendpatkan kerugian baik waktu, material
dan juga pemyimpangan dari tujuan yang telah di tentukan.[19]
B. FUNGSI KEBIJAKAN
Kebijakan merupakan pedoman untuk menentukan
atau melaksanakan program dan kegiatan, adapun
fungsi dari kebijakan itu sendiri yaitu :
1. Memberikan petunjuk, rambu dan signal penting dalam menyusun program
kegiatan.
2. Memberikan informasi mengenai bagaimana
srategi akan di laksanakan.
3. Memberikan arahan kepada pelaksana.
4. Untuk kelancaran dan keterpaduan upaya mencapai visi misi sasaran dan
tujuan.
5. Menyelenggarakan pengelolaan urusan
tata usaha.[20]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah kita membaca tentang pengertian dari
kebijakan tersebut maka dapat di simpulkan bahwa pada dasarnya kebijakan (wisdom)
adalah kepandaian, kemahiran kebijaksanaan, kearifan, rangkaian konsep, dan
asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan di dasarkan atas suatu ketentuan dari pemimpin yang berbeda dari
aturan yang ada, yang di kenakan pada
seseorang karena adanya alasan yang dapat di terima seperti untuk tidak
memberlakukan aturan yang berlaku karena sesuatu alasan yang kuat.
Kebijakan penggunaannya sering di sama artikan
dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan,
undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan atau rancangan besar.
kemudian istilah tipe-tipe model kebijakan menurut Dunn (1981:116) terdiri dari enam model di
antaranya model deskriptif dan normatif. Walaupun istilahnya berbeda-beda dalam
ilmu pengetahuan pendekatannya selalu berkisar diantara kedua jenis tersebut.
Untuk menganalisisinya menurut Dunn (1981:111) dapat di gunakan berbagai model
kebijakan yaitu medel deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolis,
model prosedural, model sebagai pengganti dan perspektif.
Adapun dari fungsi kebijakan yaitu :
1. Memberikan petunjuk, rambu dan signal penting dalam menyusun program
kegiatan.
2. Memberikan informasi mengenai bagaimana
srategi akan di laksanakan.
3. Memberikan arahan kepada pelaksana.
4. Untuk kelancaran dan keterpaduan upaya mencapai visi misi sasaran dan
tujuan.
5. Menyelenggarakan pengelolaan urusan tata usaha.
B. SARAN
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan, tentunya dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kata-kata atau penyampaian yang kurang jelas ataupun dalam penyajiannya
yang kurang lengkap, pastinya makalah ini jauh dari kata sempurna, maka kritik
dan saran sangatlah penulis harapkan untuk menjadikan pelajaran pada masa
mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Ahmad Rusdiana,M.M. 2015. Kebijakan Pendidikan “ dari Filosofi ke Implementasi, BANDUNG : Pustaka Setia
Ir. Agustinus Hermino, S.P., M.Pd. 2014. Kepemimpinan Pendidikan di Era Globallisasi, Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR
Ir. Agustinus Hermino, S.P., M.Pd. 2014. Kepemimpinan Pendidikan di Era Globallisasi, Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR
Sagala,Syaiful.2009.Administrasi Pendidikan Kontemporer. Cetakan ke 5. Bandung: Alfabeta
https://iwansmile.wordpress.com/konsep-kebijakan di akses pada kamis 24 September 2015 pukul
09.48 WIB
https://oktaseiji.wordpress.com/2011/04/24/kebijakan-pendidikan-di-indonesia/? di akses pada 24 september 2015 pukul 10.03
WIB
[1]
Dr.H.Syaiful Sagala,M.Pd.,Administrasi Pendidikan
Kontemporer,(Bandung : Alfabeta,2009). hlm 96.
[3] Ir. Agustinus
Hermino, S.P., M.Pd., Kepemimpinan Pendidikan di Era Globallisasi, Yogyakarta
: PUSTAKA PELAJAR, 2014, hlm 246-247
[5] Dr. H. Ahmad
Rusdiana,M.M., Kebijakan Pendidikan “ dari Filosofi ke Implementasi,
BANDUNG : Pustaka Setia, 2015 hlm.32
[7] https://iwansmile.wordpress.com/konsep-kebijakan di akses pada kamis 24 September 2015 pukul 09.48 WIB
[20] https://oktaseiji.wordpress.com/2011/04/24/kebijakan-pendidikan-di-indonesia/? di akses pada 24 september 2015 pukul 10.03 WIB