Oleh : Riyan Saludi
Thesis... Pelaksanaan PAI gagal untuk mengeluarkan problem kerusakan moral remaja apabila tidak di laksanakan oleh guru profesional, dengan pengajaran pembelajaran inovatif serta penanaman pendidikan karakter.
Thesis... Pelaksanaan PAI gagal untuk mengeluarkan problem kerusakan moral remaja apabila tidak di laksanakan oleh guru profesional, dengan pengajaran pembelajaran inovatif serta penanaman pendidikan karakter.
Thesis ini dapat di uraikan menjadi empat bagian yang saling terkait. Pertama mapel PAI, , kedua guru profesional, ketiga pengajaran inovatif, keempat pendidikan karakter.
Kata kunci : mapel PAI, Guru professional, pembelajaran inovatif, pendidikan karakter.
A. PENDAHULUAN
Kondisi moral bangsa Indonesia mulai menghawatirkan, pada era modern dan
globalisasi saat ini sering terjadi kekerasan yang di lakukan oleh para remaja,
perkelahian antar siswa, tawuran pelajar, seks bebas, dan lain sebagainya, khususnya
di lakukan oleh remaja tingkat sekolah menengah. Di Indonesia sendiri
berdasarkan survei dari berbagai macam sumber yang ada membuktikan, remaja sekarang ini dalam masa krisis moral, hal ini
menunjukan bahwa telah terjadi kerusakan moral remaja di Indonesia yang
benar-benar menjadi masalah serius.[1]
Rusaknya moral remaja ini merupakan efek dari gagalnya pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam di sekolah/madrasah. Kegagalan ini di akibatkan oleh banyak hal
yang mempengaruhinya, diantaranya kemajuan teknologi dan informasi yang
berkembang pesat, perkembangan budaya kebaratan.
Pendidikan merupakan kebutuhan hidup manusia sepanjang hayatnya, baik
sebagai individu, kelompok sosial, maupun berbangsa dan bernegara. Melalui
pendidikan yang baik dan berkualitas, akan terbentuk individu-individu yang
berkarakter baik, dengan karakter individu yang baik akan terbentuk masyarakat
yang baik, dan dengan karakter masyarakat yang baik, maka akan terbentuk
karakter bangsa dan negara yang baik pula. Suatu bangsa dan Negara dipandang
besar oleh bangsa dan negara lain bila memiliki karakter bangsa dan negara yang
kuat dan kokoh (Rosyada,2007:14).[2]
Salah satu
upaya untuk menjawab keprihatian tersebut adalah perlu diselenggarakan
pendidikan karakter yang efektif di sekolah, yang melibatkan semua komponen
sekolah (kepala sekolah, guru, staf) dan orang tua sebagai mitra yang baik.
Untuk membangun kemitraan antara sekolah dan orang tua dibutuhkan sebuah
pendekatan yang menyeluruh dan integratif, yang mengarah pada pengembangan
manajemen pendidikan karakter yang efektif dalam upaya menjalin hubungan yang
sinergis dan harmonis. Idealnya dengan pembelajaran PAI yang optimal akan membentuk
moral serta akhlak anak yang baik. Untuk itu selanjutnya perlu adanya gerakan yang berusaha memperbaiki proses
pembelajaran tersebut di mulai dari peningkatan kemampuan guru, kemudian metode
pengajaran yang inovatif serta penanaman pendidikan karakter pada anak.
Tulisan
ini akan mengurai bagaimana meningkatkan pembelajaran PAI yang efektif di sekolah/madrasah agar dapat menghasilkan output dan outcome sebagaimana yang di amanatkan
Undang-Undang No.20 tahun 2003.[3]
Serta
dapat mengatasi problem kerusakan remaja saat ini. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.[4]
Sehingga dapat memberikan sumbangsih pengetahuan dan juga memberikan solusi pada pendidikan di
madrasah/sekolah yang proses pembelajarannya PAI-nya masih belum maksimal, dan
juga tulisan ini dapat menjadi masukan untuk para pendidik dan juga calon
pendidik.
B. MAPEL PAI
Pendidikan agama islam merupakan pendidikan yang seharusnya di tingkatkan
dalam dunia pendidikan di Indonesia, semakin berkualitas implementasi
pendidikan agama islam, maka semakin baik pula moral anak di Indonesia.
Pendidikan agama islam di sekolah baik di Sekolah maupun di madrasah secara
umum tujuannya sama substansinya yaitu untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan,
dan akhlak mulia dengan melalui pemberian pengetahuan dan pengalaman, sehingga
setelah proses pendidikan berakhir pesera didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berbangsa dan
bernegara.[5]
Kurikulum pendidikan agama islam pada setiap tingkat mem-punyai tujuan
sebagaimana tercantum dalam kurikulum PAI pada tahun 2004 yaitu :
Pendidikan agama islam di SMP bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan
keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman,
serta pengalaman peserta didik tentang agama islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan kepada Allah SWT,
serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
Dengan demikian, pendidikan yang berdasar pada agama islam haruslah
berusaha agar kurikulumnya menolong peserta didik untuk membina iman yang kuat
kepada Allah, Rasul, Malaikat, kitab-kitab, qadha dan qadhar, hari kiamat
begitu juga harus berusaha menanamkan jiwa yang mulia dan menambahkan kesadaran
agama dan melengkapinya dengan ilmu yang berguna bagi mereka di dunia dan
akhirat. Islam tidak menghalangi mempelajari ilmu manapun yang berguna, selama
kajian itu berlaku dalam rangka akidah dan akhlak.[6]
C. GURU PROFESIONAL
Berdasarkan
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, undang-undang No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan,Peraturan Menteri Pendidikan nomor 74 tentang Guru, peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang
Standar Kualifikasi Akademi dan Kompetensi Guru, Peraturan Menteri Pendidikan
Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Sertifikiasi Bagi Guru dalam Jabatan, Peraturan
Menpan dan RB Nomor 16 tahun 2009 Tentang Jabatan fungsional Guru dan Angka
Kreditnya maka di perlukan rambu-rambu bimbingan teknis bagi guru untuk
pengembangan profesionalismenya secara berkesinambungan.
Akhir-akhir ini banyak pihak menyatakan bahwa
kwalitas guru kita rendah, sedangkan guru kita mengembang tugas sebagai Tenaga
kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan
,pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 39 Ayat 1 UU Sisdiknas tahun 2003
dan begitu pula Ayat 2 UU sisdiknas tahun 2003 menyatakan “ pendidik merupakan
tenaga Profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan “ Olehnya itu guru
diharapkan secara terus-menerus mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.[7]
Seorang
guru professional, dia harus memiliki keahlian, ketrampilan, dan kemampuan
sebagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara; “ ing ngarso sung tulodo, ing madyo
mangun karso, tut wuri handayani”. Tidak cukup dengan menguasai materi
pelajaran akan tetapi mengayomi murid menjadi contoh atau teladan bagi murid
serta selalu mendorong dan juga mengarahkan murid untuk lebih baik dan maju.
Guru professional selalu mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan dan
mendalami keahliannya, kemudian guru professional rajin membaca
literature-literatur, dengan tidak merasa rugi membeli buku-buku yang berkaitan
dengan pengetahuan yang digelutinya.[8]
Menurut
Oemar Hamalik dalam buku Profesionalisasi guru dan implementasi KTSP karya
Martinis Yamin Guru professional harus memiliki persyaratan, yang meliputi:
Memiliki bakat sebagai guru; Memiliki keahlian sebagai guru; Memiliki keahlian
yang baik dan terintegrasi; Memiliki mental yang sehat; Berbadan sehat; Memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang luas; Guru adalah manusia yang berjiwa
pancasila; dan Guru adalah seorang warga Negara yang baik.
Guru
merupakan suatu komponen yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan, yang
bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan atau memberikan pelayanan
teknis dalam bidang pendidikan. Guru adalah tenaga pendidik/tenaga pengajar
yang tugas utamanya adalah mengajar. untuk itu guru perlu mengetahui dan dapat
menerapkan prinsip mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara
professional.[9]
Karena
tugasnya mengajar, maka dia harus mempunyai wewenang mengajar berdasarkan
kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Sebagai tenaga pengajar, setiap
guru/pengajar harus memiliki kemampuan profesional dalam bidang proses belajar
mengajar atau pembelajaran. Dengan kemampuan itu, guru dapat melaksanakan
perannya, yakni:
1.
Sebagai
fasilitator, yang menyediakan kemudahan-kemudahan bagi siswa untuk melakukan
kegiatan belajar;
2.
Sebagai
pembimbing, yang membantu siswa mengatasi kesulitan dalam proses pembelajaran;
3.
Sebagai
penyedia lingkungan, yang berupaya menciptakan lingkungan yang menantang siswa
agar melakukan kegiatan belajar;
4.
Sebagai
komunikator, yang melakukan komunikasi dengan siswa dan masyarakat;
5.
Sebagai
model yang mampu memberikan contoh yang baik kepada siswanya agar berperilaku
yang baik;
6.
Sebagai
evaluator, yang melakukan penilaian terhadap kemajuan belajar siswa;
7.
Sebagai
inovator, yang turut menyebarluaskan usaha-usaha pembaruan kepada masyarakat;
8.
Sebagai agen
moral dan politik, yang turut membina moral masyarakat, peserta didik, serta
menunjang upaya-upaya pembangunan;
9.
Sebagai agen
kognitrif, yang menyebarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dan
masyarakat;
10.
Sebaga
manajer, yang memimpin kelompok siswa dalam kelas sehingga proses pembelajaran
berhasil.
Di samping harus memiliki kemampuan profesional pembelajaran, Setiap guru
selaku tenaga pendidik harus memiliki kemampuan kepribadian dan kemampuan
kemasyarakatan. Kedua jenis kemampuan ini
turut menunjang pelaksanaan kemampuan profesional dalam kegiatan belajar
mengajar. Selain itu guru juga harus mampu menunjukan tingkah laku yang
berhubungan dengan profesinya (guru). Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola
tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan
dan sikap profesionalnya.[10]
Guru wajib memiliki Kualifikasi
Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.[11] Kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 PP No. 74 tahun 2008 Bab II merupakan seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,
dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada PP no. 74 tahun 2008
Bab II pasal 3 ayat 2 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi.[12]
D. PEMBELAJARAN INOVATIF
pendidikan merupakan hal yang penting dalam membangun
peradaban bangsa, pendidikan adalah satu-satunya aset untuk membangun sumber
daya manusia yang berkualitas. lewat pendidikan bermutu bangsa dan negara akan
terjunjung tinggi di martabat dunia. Diperlukan model pendidikan yang tidak
hanya mampu menjadikan peserta didik cerdas dalam teoritical science (teori ilmu) tetapi juga cerdas practical science ( praktik ilmu). Di
perlukan inovasi dan kreasi pembelajaran untuk penguasaan terhadap materi yang
di kelola dan ditampilkan secara profesional,dari hati dan tanpa paksaan, logis
dan menyenangkan serta dipadukan dengan pendekatan-pendekatan
personal-emosional terhadap peserta didik akan menjadikan proses pembelajaran
yang ingin di capai terwujud.
Inovasi merupakan suatu ide penemuan yang baru atau hasil
dari pengembangan kreatif dari ide yang sudah ada. sementaradalam konteks
pembelajaran, inovasi merupakakan bentuk kreatifivitas guru dalam mengelola
pembelajaran yang semula monoton, membosankan, menjenuhkan, dan ortodoks menuju
pembelajaran yang menyenangkan, variatif, dan bermakna.[13]
Proses pembelajaran di dalam kelas sangat mempengaruhi
dalam pembentukan karakter seorang anak, Dalam proses pembelajaran, ada
beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan situasi kegiatan
belajar mengajar. Beberapa istilah yang penggunaannya sering tidak konsisten
atau overlap adalah istilah model, pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran.
Sebenarnya makna teknik, metode, pendekatan, strategi,
dan model
pembelajaran adalah berbeda. Namun istilah-istilah ini
dalam prakteknya sering dipertukarkan atau digunakan silih berganti. Istilah
model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada keempat istilah
yang lain[14]. Model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistimatis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu serta berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran. Menurut
Arends (1998), model pembelajaran mempunyai 4 (empat) ciri, yaitu:
1.
Rasional teoretik; pandangan dan landasan berpikir bagaimana hakikat peserta didik dapat belajar dengan baik;
2.
Tujuan pembelajaran; apa tujuan peserta didik belajar;
3.
Sintaks; bagaimana pola urutan perilaku siswa-guru, dan
4.
Bagaimana lingkungan belajar yang mendukung.
Barangkali dapat disepakati bahwa kata ”inovatif ” hendaknya bermakna: lebih baik, lebih
bermanfaat, dan lebih baru. Sudiarta (2007) menekankan bahwa parameter untuk dapat dikatakan sebagai ”pembelajaran inovatif”
paling tidak hendaknya mengadopsi paling
tidak 10 prinsip sbb:
1.
student-centered: menekankan pada
pembelajaran siswa aktif dari pada sekedar
siswa mencatat, menghafal
2.
multiple intellegence: mengakomodasi seluruh potensi dan aspek belajar, karena siswa memiliki kecerdasan yang multi dan
bervariasi.
3.
holistic education: memandang siswa
sebagai mahluk belajar secara utuh.
4.
experiencial learning: mengedepankan
pengalaman belajar bermakna.
5.
problem based learning: membuka ruang untuk
pemecahan masalah.
6.
cooperative learning: membuka kesempatan
belajar melalui kerja sama.
7.
contextual teaching and learning: membuka ruang belajar dari kehidupan nyata.
8.
constructivist teaching and learning: membuka belajar bermakna secara bertanggungjawab sebagai pebelajar yang
otonom
9.
metacognitif : membuka ruang untuk belajar
bermakna melalui proses berpikir secara
utuh, sistemik dan sistematik
10. learning with understanding: mengedepankan belajar bermakna dengan
pemahaman yang mendalam.
Dalam
pembelajaran di dalam kelas hendaknya dengan
inovasi pembelajaran merupakan suatu yang penting harus
dimiliki atau dilakukan oleh guru. Hal ini disebaban pembelajaran akan lebih
hidup dan bermakna.[15]
E. PENDIDIKAN KARAKTER
Pembangunan
karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD
1945 dilatar belakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang
saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila;
keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai
Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya
kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan
melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa 2010-2025).[16] Untuk mendukung
perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam
Pancasilar dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat
ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program
prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana
pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi
pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”
Di dalam
Kebijakan Nasional tersebut (2010;4) pembangunan karakter bangsa secara
fungsional memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut.
a.
Fungsi Pembentukan dan Pengembangan Potensi
Pembangunan karakter bangsa berfungsi membentuk dan
mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik,
berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.
b.
Fungsi Perbaikan dan Penguatan
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan
memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk
ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga
negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.
c.
Fungsi Penyaring
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya
bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Secara
psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu
merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif,
konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam
keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural tersebut dapat dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and
emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan
Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa
(Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat
digambarkan dalam diagram Venn dengan empat lingkaran sebagai berikut.
(Kemdiknas,2010:10)
F. PENUTUP
Demikian pembahasan mengenai gagalnya
pembelajaran PAI dalam lembaga pendidikan di indonesia, untuk itu dalam
pemecahan masalah yang di hadapi mengenai moral anak di indonesia seorang guru
yang sebagai manajer pembelajaran di dalam kelas harus mampu berfikir inofatif
dalam proses pembelajaran di dalam kelas, selain itu pentingnya guru
profesional untuk mendukung perbaikan moral anak dalam dunia pendidikan seorang
guru harus memiliki kompetensi. Kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PP No. 74 tahun 2008 Bab II merupakan
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada PP no. 74 tahun 2008
Bab II pasal 3 ayat 2 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi. Selain
harus memiliki kompetensi akademik, intelektual yang tinggi, seorang guru juga
harus memiliki inovasi dalam proses pembelajaran di dalam kelas melalui inovasi-inovasi
itu akan membentu proses pembelajaran menjadi lebih baik dan dapat merubah
moral anak melalui berbagai metode-metode yang di miliki oleh seorang guru.
Sumber dari buku pendukung
Manab,Abdul.2015.Manajemen Kurikulum Pembelajaran di Madrasah:Pemetaan
Pengajaran.Yogyakarta: KALIMEDIA
Yamin, Martinis.2013.Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP.
Jakarta: REFERENSI (GP Press Group)
Hamalik, Oemar.2010. Kurikulum dan Pembelajaran.Jakarta: Bumi Aksara
Raharjo,Rahmat. Pengembangan & Inovasi Kurikulum. Yogyakarta:
Azzagrafika
Uno, Hamzah. 2012. Profesi Kependidikan problema, solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.
Shoimin Aris.2013. 68 model pembelajaran inovatif
dalam kurikulum. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA
Nik Haryati, S.Pd.I., Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam (PAI), Bandung:Alfabeta
Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Efi Miftah Faridli,
S.Pd., M.Pd, Drs. Sri Harmianto,.2012 Model-model Pembelajaran Inovatif, Bandung: Alfafabeta
[1] Lihat www.kompasiana.com/rizaldi_haryomeilana/rusaknya-moral-generasi-penerus-bangsa_5554757eb67e613814ba553a, http://www.kaskus.co.id/thread/51a4bca65a2acf7179000004/penyebab-rusaknya-moral-bangsa/ , http://www.suaramerdeka.com/harian/0309/20/kha2.htm , http://lowonganpekerjaanterbaru.top/search/berita-kebumen-kenakalan-remaja , http://www.bkkbn.go.id/Lists/Berita
[2] Lihat
dalam tesis Nanis Winarni, Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Bermuatan
Nilai‐Nilai
Karakter Di Sekolah Dasar, Surakarta,2014 hlm. 2,
[3]
Dr.H.Rahmat Raharjo, M.Ag.Pengambangan dan inovasi kurikulum,
(Yogyakarta: Azzagrafika, 2013) hlm .5
[4]
Lihat Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 3
[5] Nik
Haryati, S.Pd.I., Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI),
Bandung:Alfabeta, hlm 23
[6]
Ibid., hlm 24
[8] Dr.H.Martinis
Yamin,M.pd, Profesionalisasi guru & Implementasi
KTSP, Jakarta: REFERENSI (GP Press Group),2013.
Hlm 7
[9]
Prof.Dr.H.Hamzah B. Uno, M.Pd, Profesi Kependidikan problema, solusi, dan
Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2012. Hlm 16
Prof. Soejipto, Drs. Raflis Kosasi, M.Sc., Profesi
Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2011. Hlm 43
[11]
Lihat PP no. 74 tahun 2008 bab II pasal 2 dan 3
[12]
Lihat Prof.Dr.H.Hamzah B. Uno, M.Pd, Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan
Reformasi Pendidikan di Indonesia, hlm 69, UU No. 14 tahun 2005 bab IV Pasal 10 ayat 1,
PP no. 74 tahun 2008 bab II pasal 3 ayat 2.
[13] Aris
Shoimin, 68 model pembelajaran inovatif
dalam kurikulum 2013, Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, hlm 21
[14]
Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Efi Miftah Faridli, S.Pd., M.Pd, Drs. Sri
Harmianto, Model-model Pembelajaran Inovatif, Bandung: Alfafabeta,2012
0 komentar:
Post a Comment