run text

Selamat Datang Di Blog Kumpulan Berbagai Makalah Artikel, dan Cerita
 

Monday, October 10, 2016

contoh jurnal pembelajaran inovatif

0 komentar
Oleh : Riyan Saludi
Thesis... Pelaksanaan PAI gagal untuk mengeluarkan problem kerusakan moral remaja  apabila tidak di laksanakan oleh guru profesional, dengan pengajaran pembelajaran inovatif serta penanaman pendidikan karakter.

Thesis ini dapat di uraikan menjadi empat bagian yang saling terkait. Pertama mapel PAI, , kedua guru profesional, ketiga pengajaran inovatif, keempat pendidikan karakter.

Kata kunci : mapel PAI, Guru professional, pembelajaran inovatif, pendidikan karakter.

A.    PENDAHULUAN
Kondisi moral bangsa Indonesia mulai menghawatirkan, pada era modern dan globalisasi saat ini sering terjadi kekerasan yang di lakukan oleh para remaja, perkelahian antar siswa, tawuran pelajar, seks bebas, dan lain sebagainya, khususnya di lakukan oleh remaja tingkat sekolah menengah. Di Indonesia sendiri berdasarkan survei dari berbagai macam sumber yang ada membuktikan, remaja sekarang ini dalam masa krisis moral, hal ini menunjukan bahwa telah terjadi kerusakan moral remaja di Indonesia yang benar-benar menjadi masalah serius.[1] Rusaknya moral remaja ini merupakan efek dari gagalnya pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah/madrasah. Kegagalan ini di akibatkan oleh banyak hal yang mempengaruhinya, diantaranya kemajuan teknologi dan informasi yang berkembang pesat, perkembangan budaya kebaratan.
Pendidikan merupakan kebutuhan hidup manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun berbangsa dan bernegara. Melalui pendidikan yang baik dan berkualitas, akan terbentuk individu-individu yang berkarakter baik, dengan karakter individu yang baik akan terbentuk masyarakat yang baik, dan dengan karakter masyarakat yang baik, maka akan terbentuk karakter bangsa dan negara yang baik pula. Suatu bangsa dan Negara dipandang besar oleh bangsa dan negara lain bila memiliki karakter bangsa dan negara yang kuat dan kokoh (Rosyada,2007:14).[2]
Salah satu upaya untuk menjawab keprihatian tersebut adalah perlu diselenggarakan pendidikan karakter yang efektif di sekolah, yang melibatkan semua komponen sekolah (kepala sekolah, guru, staf) dan orang tua sebagai mitra yang baik. Untuk membangun kemitraan antara sekolah dan orang tua dibutuhkan sebuah pendekatan yang menyeluruh dan integratif, yang mengarah pada pengembangan manajemen pendidikan karakter yang efektif dalam upaya menjalin hubungan yang sinergis dan harmonis. Idealnya dengan pembelajaran PAI yang optimal akan membentuk moral serta akhlak anak yang baik. Untuk itu selanjutnya perlu adanya gerakan yang berusaha memperbaiki proses pembelajaran tersebut di mulai dari peningkatan kemampuan guru, kemudian metode pengajaran yang inovatif serta penanaman pendidikan karakter pada anak.
                        Tulisan ini akan mengurai bagaimana meningkatkan pembelajaran PAI yang efektif di sekolah/madrasah agar dapat  menghasilkan output dan  outcome sebagaimana yang di amanatkan Undang-Undang No.20 tahun 2003.[3] Serta dapat mengatasi problem kerusakan remaja saat ini. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[4] Sehingga dapat memberikan sumbangsih pengetahuan  dan juga memberikan solusi pada pendidikan di madrasah/sekolah yang proses pembelajarannya PAI-nya masih belum maksimal, dan juga tulisan ini dapat menjadi masukan untuk para pendidik dan juga calon pendidik.

B.     MAPEL PAI

Pendidikan agama islam merupakan pendidikan yang seharusnya di tingkatkan dalam dunia pendidikan di Indonesia, semakin berkualitas implementasi pendidikan agama islam, maka semakin baik pula moral anak di Indonesia. Pendidikan agama islam di sekolah baik di Sekolah maupun di madrasah secara umum tujuannya sama substansinya yaitu untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dengan melalui pemberian pengetahuan dan pengalaman, sehingga setelah proses pendidikan berakhir pesera didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berbangsa dan bernegara.[5]
Kurikulum pendidikan agama islam pada setiap tingkat mem-punyai tujuan sebagaimana tercantum dalam kurikulum PAI pada tahun 2004 yaitu :
Pendidikan agama islam di SMP bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, serta pengalaman peserta didik tentang agama islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dengan demikian, pendidikan yang berdasar pada agama islam haruslah berusaha agar kurikulumnya menolong peserta didik untuk membina iman yang kuat kepada Allah, Rasul, Malaikat, kitab-kitab, qadha dan qadhar, hari kiamat begitu juga harus berusaha menanamkan jiwa yang mulia dan menambahkan kesadaran agama dan melengkapinya dengan ilmu yang berguna bagi mereka di dunia dan akhirat. Islam tidak menghalangi mempelajari ilmu manapun yang berguna, selama kajian itu berlaku dalam rangka akidah dan akhlak.[6]


C.    GURU PROFESIONAL

Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, undang-undang No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,Peraturan Menteri Pendidikan nomor 74 tentang Guru, peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademi dan Kompetensi Guru, Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Sertifikiasi Bagi Guru dalam Jabatan, Peraturan Menpan dan RB Nomor 16 tahun 2009 Tentang Jabatan fungsional Guru dan Angka Kreditnya maka di perlukan rambu-rambu bimbingan teknis bagi guru untuk pengembangan profesionalismenya secara berkesinambungan.
 Akhir-akhir ini banyak pihak menyatakan bahwa kwalitas guru kita rendah, sedangkan guru kita mengembang tugas sebagai Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan ,pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 39 Ayat 1 UU Sisdiknas tahun 2003 dan begitu pula Ayat 2 UU sisdiknas tahun 2003 menyatakan “ pendidik merupakan tenaga Profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan “ Olehnya itu guru diharapkan secara terus-menerus mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.[7]
Seorang guru professional, dia harus memiliki keahlian, ketrampilan, dan kemampuan sebagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara; “ ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”. Tidak cukup dengan menguasai materi pelajaran akan tetapi mengayomi murid menjadi contoh atau teladan bagi murid serta selalu mendorong dan juga mengarahkan murid untuk lebih baik dan maju. Guru professional selalu mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya, kemudian guru professional rajin membaca literature-literatur, dengan tidak merasa rugi membeli buku-buku yang berkaitan dengan pengetahuan yang digelutinya.[8]
Menurut Oemar Hamalik dalam buku Profesionalisasi guru dan implementasi KTSP karya Martinis Yamin Guru professional harus memiliki persyaratan, yang meliputi: Memiliki bakat sebagai guru; Memiliki keahlian sebagai guru; Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi; Memiliki mental yang sehat; Berbadan sehat; Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas; Guru adalah manusia yang berjiwa pancasila; dan Guru adalah seorang warga Negara yang baik.
Guru merupakan suatu komponen yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan,  mengelola dan atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Guru adalah tenaga pendidik/tenaga pengajar yang tugas utamanya adalah mengajar. untuk itu guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan prinsip mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara professional.[9]
Karena tugasnya mengajar, maka dia harus mempunyai wewenang mengajar berdasarkan kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Sebagai tenaga pengajar, setiap guru/pengajar harus memiliki kemampuan profesional dalam bidang proses belajar mengajar atau pembelajaran. Dengan kemampuan itu, guru dapat melaksanakan perannya, yakni:
1.      Sebagai fasilitator, yang menyediakan kemudahan-kemudahan bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar;
2.      Sebagai pembimbing, yang membantu siswa mengatasi kesulitan dalam proses pembelajaran;
3.      Sebagai penyedia lingkungan, yang berupaya menciptakan lingkungan yang menantang siswa agar melakukan kegiatan belajar;
4.      Sebagai komunikator, yang melakukan komunikasi dengan siswa dan masyarakat;
5.      Sebagai model yang mampu memberikan contoh yang baik kepada siswanya agar berperilaku yang baik;
6.      Sebagai evaluator, yang melakukan penilaian terhadap kemajuan belajar siswa;
7.      Sebagai inovator, yang turut menyebarluaskan usaha-usaha pembaruan kepada masyarakat;
8.      Sebagai agen moral dan politik, yang turut membina moral masyarakat, peserta didik, serta menunjang upaya-upaya pembangunan;
9.      Sebagai agen kognitrif, yang menyebarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dan masyarakat;
10.  Sebaga manajer, yang memimpin kelompok siswa dalam kelas sehingga proses pembelajaran berhasil.
Di samping harus memiliki kemampuan profesional pembelajaran, Setiap guru selaku tenaga pendidik harus memiliki kemampuan kepribadian dan kemampuan kemasyarakatan. Kedua jenis kemampuan  ini turut menunjang pelaksanaan kemampuan profesional dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu guru juga harus mampu menunjukan tingkah laku yang berhubungan dengan profesinya (guru). Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya.[10]
 Guru wajib memiliki Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.[11] Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PP No. 74 tahun 2008 Bab II merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada PP no. 74 tahun 2008 Bab II pasal 3  ayat 2  meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.[12]



D.    PEMBELAJARAN INOVATIF

pendidikan merupakan hal yang penting dalam membangun peradaban bangsa, pendidikan adalah satu-satunya aset untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas. lewat pendidikan bermutu bangsa dan negara akan terjunjung tinggi di martabat dunia. Diperlukan model pendidikan yang tidak hanya mampu menjadikan peserta didik cerdas dalam teoritical science (teori ilmu) tetapi juga cerdas practical science ( praktik ilmu). Di perlukan inovasi dan kreasi pembelajaran untuk penguasaan terhadap materi yang di kelola dan ditampilkan secara profesional,dari hati dan tanpa paksaan, logis dan menyenangkan serta dipadukan dengan pendekatan-pendekatan personal-emosional terhadap peserta didik akan menjadikan proses pembelajaran yang ingin di capai terwujud.
Inovasi merupakan suatu ide penemuan yang baru atau hasil dari pengembangan kreatif dari ide yang sudah ada. sementaradalam konteks pembelajaran, inovasi merupakakan bentuk kreatifivitas guru dalam mengelola pembelajaran yang semula monoton, membosankan, menjenuhkan, dan ortodoks menuju pembelajaran yang menyenangkan, variatif, dan bermakna.[13]
Proses pembelajaran di dalam kelas sangat mempengaruhi dalam pembentukan karakter seorang anak, Dalam proses pembelajaran, ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan situasi kegiatan belajar mengajar. Beberapa istilah yang penggunaannya sering tidak konsisten atau overlap adalah istilah model, pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran. Sebenarnya makna teknik, metode, pendekatan, strategi, dan model pembelajaran adalah berbeda. Namun istilah-istilah ini dalam prakteknya sering dipertukarkan atau digunakan silih berganti. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada keempat istilah yang lain[14]. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistimatis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu serta berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Menurut Arends (1998), model pembelajaran mempunyai 4 (empat) ciri, yaitu:
1.      Rasional teoretik; pandangan dan landasan berpikir bagaimana hakikat peserta didik dapat belajar dengan baik;
2.      Tujuan pembelajaran; apa tujuan peserta didik belajar;
3.      Sintaks; bagaimana pola urutan perilaku siswa-guru, dan
4.      Bagaimana lingkungan belajar yang mendukung.
Barangkali dapat disepakati bahwa kata ”inovatif ” hendaknya bermakna: lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih baru. Sudiarta (2007) menekankan bahwa parameter untuk dapat dikatakan sebagai ”pembelajaran inovatif” paling tidak hendaknya mengadopsi paling tidak 10 prinsip sbb:
1.      student-centered: menekankan pada pembelajaran siswa aktif dari pada sekedar siswa mencatat, menghafal
2.      multiple intellegence: mengakomodasi seluruh potensi dan aspek belajar, karena siswa memiliki kecerdasan yang multi dan bervariasi.
3.      holistic education: memandang siswa sebagai mahluk belajar secara utuh.
4.      experiencial learning: mengedepankan pengalaman belajar bermakna.
5.      problem based learning: membuka ruang untuk pemecahan masalah.
6.      cooperative learning: membuka kesempatan belajar melalui kerja sama.
7.      contextual teaching and learning: membuka ruang belajar dari kehidupan nyata.
8.      constructivist teaching and learning: membuka belajar bermakna secara bertanggungjawab sebagai pebelajar yang otonom
9.      metacognitif : membuka ruang untuk belajar bermakna melalui proses berpikir secara utuh, sistemik dan sistematik
10.  learning with understanding: mengedepankan belajar bermakna dengan pemahaman yang mendalam.
Dalam pembelajaran di dalam kelas hendaknya dengan
inovasi pembelajaran merupakan suatu yang penting harus dimiliki atau dilakukan oleh guru. Hal ini disebaban pembelajaran akan lebih hidup dan bermakna.[15]


E.     PENDIDIKAN KARAKTER

Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatar belakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025).[16] Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasilar dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”
Di dalam Kebijakan Nasional tersebut (2010;4) pembangunan karakter bangsa secara fungsional memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut.
a.       Fungsi Pembentukan dan Pengembangan Potensi
Pembangunan karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.
b.      Fungsi Perbaikan dan Penguatan
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.
c.        Fungsi Penyaring
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

Secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan dalam diagram Venn dengan empat lingkaran sebagai berikut. (Kemdiknas,2010:10)



F.     PENUTUP
Demikian pembahasan mengenai gagalnya pembelajaran PAI dalam lembaga pendidikan di indonesia, untuk itu dalam pemecahan masalah yang di hadapi mengenai moral anak di indonesia seorang guru yang sebagai manajer pembelajaran di dalam kelas harus mampu berfikir inofatif dalam proses pembelajaran di dalam kelas, selain itu pentingnya guru profesional untuk mendukung perbaikan moral anak dalam dunia pendidikan seorang guru harus memiliki kompetensi. Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PP No. 74 tahun 2008 Bab II merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada PP no. 74 tahun 2008 Bab II pasal 3  ayat 2  meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Selain harus memiliki kompetensi akademik, intelektual yang tinggi, seorang guru juga harus memiliki inovasi dalam proses pembelajaran di dalam kelas melalui inovasi-inovasi itu akan membentu proses pembelajaran menjadi lebih baik dan dapat merubah moral anak melalui berbagai metode-metode yang di miliki oleh seorang guru.






Sumber dari buku pendukung
Manab,Abdul.2015.Manajemen Kurikulum Pembelajaran di Madrasah:Pemetaan Pengajaran.Yogyakarta: KALIMEDIA
Yamin, Martinis.2013.Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP. Jakarta: REFERENSI (GP Press Group)
Hamalik, Oemar.2010. Kurikulum dan Pembelajaran.Jakarta: Bumi Aksara
Raharjo,Rahmat. Pengembangan & Inovasi Kurikulum. Yogyakarta: Azzagrafika
Uno, Hamzah. 2012. Profesi Kependidikan problema, solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.
Shoimin Aris.2013. 68 model pembelajaran inovatif dalam kurikulum. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA
Nik Haryati, S.Pd.I., Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), Bandung:Alfabeta
Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Efi Miftah Faridli, S.Pd., M.Pd, Drs. Sri Harmianto,.2012 Model-model Pembelajaran Inovatif, Bandung: Alfafabeta





[2] Lihat dalam tesis Nanis Winarni, Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Bermuatan NilaiNilai Karakter Di Sekolah Dasar, Surakarta,2014 hlm. 2,
[3] Dr.H.Rahmat Raharjo, M.Ag.Pengambangan dan inovasi kurikulum, (Yogyakarta: Azzagrafika, 2013) hlm .5
[4] Lihat Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 3
[5] Nik Haryati, S.Pd.I., Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), Bandung:Alfabeta, hlm 23
[6] Ibid., hlm 24
[7] Lihat Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 39
[8]  Dr.H.Martinis Yamin,M.pd, Profesionalisasi guru & Implementasi KTSP, Jakarta: REFERENSI (GP Press Group),2013. Hlm 7
[9] Prof.Dr.H.Hamzah B. Uno, M.Pd, Profesi Kependidikan problema, solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2012. Hlm 16
[10] Dr.Oemar Hamalik,Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara,2010) hlm. 9,
Prof. Soejipto, Drs. Raflis Kosasi, M.Sc., Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2011. Hlm 43
[11] Lihat PP no. 74 tahun 2008 bab II pasal 2 dan 3
[12] Lihat Prof.Dr.H.Hamzah B. Uno, M.Pd, Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, hlm 69,  UU No. 14 tahun 2005 bab IV Pasal 10 ayat 1, PP no. 74 tahun 2008 bab II pasal 3 ayat 2.
[13] Aris Shoimin, 68 model pembelajaran inovatif dalam kurikulum 2013, Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, hlm 21
[14] Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Efi Miftah Faridli, S.Pd., M.Pd, Drs. Sri Harmianto, Model-model Pembelajaran Inovatif, Bandung: Alfafabeta,2012
[15] Ibid.,hlm  28

0 komentar:

Post a Comment